Rabu, 03 September 2008

Metode Sosiolinguistik

 
METODE SOSIOLINGUISTIK
Oleh: Ening Herniti 

      Metode yang digunakan adalah metode linguistik dan sosiologi. Metode-metode linguistik dipakai untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk bahasa serta unsur-unsurnya dengan notasi tanda-tanda fonetik/fonemik. Metode sosiologi biasa dipakai dalam mengumpulkan data seperti, observasi, kuesioner, dan  wawancara. Analisisnya dapat menggunakan metode statistik, yakni untuk mendapatkan pola-pola umun dalam tindak laku berbahasa.
     Objek kajian sosiolinguistik dapat diteliti berdasarkan pada tiga langkah, yaitu penyediaan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis. Ada prinsip yang wajib diingat dalam konteks penelitian sosiolinguistik, yaitu bahwa aspek luar bahasa sangat signifikan menjelaskan atau dijelaskan oleh bahasa itu sendiri. Artinya, konsep dasar kajian sosiolinguistik adalah konsep korelasi. Yang dilakukan peneliti di bidang ini adalah mengkorelasikan bahasa dengan aspek sosial (sosial budaya masyarakat). Seorang peneliti dalam bidang sosiolinguistik harus dapat membedakan bahasa sebagaimana adanya (deskriptif) dan bahasa sebagaimana seharusnya (preskriptif atau sering pula disebut normatif). Dalam studi sosiolinguistik jelas bahwa bahasa harus diteliti sebagaimana adanya. Oleh karena itu, bahan atau data linguistik yang diperoleh harus bersifat alamiah (naturally occuring language), tidak boleh dibuat-buat (contrived).
Ada dua metode penyediaan data yaitu metode observasi dan metode wawancara Metode observasi (dalam literatur metodologi penelitian linguistik di Indonesia) disebut metode simak, sedangkan metode wawancara disebut metode cakap (lih. Sudaryanto, 1993). Metode observasi adalah metode penelitian yang dilakukan dengan cara mengamati objek kajian dalam konteksnya. Misalnya, seorang peneliti sedang meneliti pemakaian peribahasa, maka ia harus mengumpulkan peribahasa itu bersama dengan teks-teks lain yang menyertainya, para pemakai peribahasa itu, dan juga unsur-unsur nonverbal lain yang melatarinya, termasuk unsur prakondisi atau aspek sosial dan budaya. Pemakaian metode observasi dengan bahan teks sebagai acuan disebut penelitian kepustakaan (library research), sedangkan metode observasi dengan bahan teks dengan konteks  yang lebih luas disebut penelitian lapangan (field research). Dalam praktik pelaksanaan observasi ini, peneliti bisa melakukan pengamatan dengan cara terlibat langsung, dan bisa pula dengan cara tidak terlibat langsung. Observasi terlibat langsung ini sering dinamai metode observasi partisipasi atau metode observasi berperan serta, sedangkan observasi tidak terlibat langsung dikenal pula sebagai metode observasi nonpartisipasi atau metode observasi tidak berperan serta.  Nama-nama metode ini lazim dipakai dalam literatur metodologi penelitian sosiolinguistik (Chaika, 1982: 23) dan ilmu sosial lainnya ( Nasution, 2004: 106-113). Perlu diberi catatan bahwa Sudaryanto (1993: 133-134) menamakan metode observasi partisipasi sebagai teknik simak libat cakap, sedangkan metode observasi nonpartipasi sebagai teknik simak bebas libat cakap. Metode wawancara adalah metode penyediaan data dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan secara langsung.
       Metode analisis dalam kajian sosiolinguistik ini dapat dibagi ke dalam dua jenis, pertama, metode korelasi atau metode pemadanan, yakni metode yang berkaitan dengan pengkorelasian objek bahasa secara eksternal dengan unsur nonbahasa, dan kedua, metode operasi atau metode distribusi, yakni metode yang berkaitan dengan pembedahan, pengolahan, atau pengotak-atikan teks verbal secara internal. Metode korelasi adalah metode analisis yang menjelaskan objek kajian dalam hubungannya dengan konteks situasi atau konteks sosial budaya. Metode operasi atau metode distribusi adalah metode analisis yang menguraikan unsur-unsur substansial objek kajian dan mendistribusikannya dengan unsur-unsur verbal lainnya untuk mendapatkan pola, aturan atau kaidah yang berhubungan dengan konteks situasi dan sosial budayanya.

Pengertian Sosiolinguistik


Pengertian Sosiolinguistik
Oleh: Ening Herniti



            Berbicara mengenai sosiolinguistik berkaitan erat dengan bahasa (language) dan masyarakat (society) serta fungsi-fungsi bahasa dalam masyarakat. Bahasa didefinisikan sebagai alat komunikasi verbal yang dipergunakan oleh masyarakat. Masyarakat adalah sekelompok atau beberapa kelompok orang yang sama-sama memiliki tujuan tertentu[1].
Secara etimologis, sosiolinguistik  berasal dari kata sosiologi dan linguistik. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan proses-proses sosial[2]. Sementara itu, linguistik adalah disiplin yang mempelajari struktur bahasa tanpa mengkaji konteks sosial tempat struktur itu dipelajari atau digunakan[3]. Jadi, sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari dan membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan yang terdapat di dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan.
        Menurut Fishman, sosiolinguistik  adalah ilmu yang membahas hubungan antara pemakaian bahasa dan perilaku sosial[4]. Fishman memformulasikan sosiolinguistik adalah “siapa berkata apa”. Sementara itu, formulasi Labov adalah “mengapa seseorang mengatakan sesuatu[5]. Wardhaugh mendefinisikan sosiolinguitik adalah ilmu yang mengkaji bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor sosial yang hidup di dalam masyarakat penuturnya. Soetomo memberi definisi sosiolinguistik sebagai ilmu yang membicarakan bentuk-bentuk serta perubahan bahasa dikaitkan dengan fungsi sosialnya di dalam masyarakat pemakainya[6]. Lebih lanjut ia membedakan dengan istilah sosiologi bahasa. Berdasarkan objek kajiannya kedua ilmu tersebut berbeda. Objek kajian sosiolinguistik adalah bahasa, sementara itu, objek kajian sosiologi bahasa adalah manusia sebagai anggota masyarakat yang berinteraksi satu degan yang lain lewat bahasa.


Pengertian Bahasa


Pengertian Bahasa 

oleh: Ening Herniti


        Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1993:21; Depdikbud, 1997:77).
Sapir (1921 via Alwasilah, 1985:7-8) memberi batasan bahasa adalah:
A purely human and non-instinctive method of communicating ideas, emotions, and desires, by means of a system of voluntarily produced symbols.

Dari batasan bahasa di atas ada lima butir yang penting, yaitu bahwa bahasa itu:
1.      manusiawi (human)
2.      dipelajari (non-instinctive)
3.      sistem (system)
4.      arbitrer (voluntarily produced)
5.      simbol/lambang (symbols)

1. Manusiawi
Hanya manusia yang memiliki sistem simbol untuk berkomunikasi. Makhluk lain, seperti binatang memang berkomunikasi dan mempunyai bunyi, tetapi sistem itu bukanlah kata-kata. Perkembangan bahasa inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya karena manusia diberi kelebihan dalam berpikir.

2. Dipelajari
Manusia ketika dilahirkan tidak langsung mampu berbicara. Anak harus belajar berbahasa melalui lingkungannya, seperti orang tua.  

3. Sistem
Bahasa memiliki seperangkat aturan. Perangkat inilah yang menentukan struktur (grammar) apa yang diucapkannya.

4. Arbitrer     
Manusia mempergunakan bunyi-bunyi tertentu dan disusun dalam cara tertentu adalah secara kebetulan saja.  

5. Simbolik
Bahasa terdiri atas rentetan simbol arbitrer yang memiliki arti. Kita dapat menggunakan simbol-simbol ini untuk berkomunikasi sesama manusia karena manusia sama-sama memiliki perasaan, gagasan, dan  keinginan. Dengan demikian,  manusia menerjemahkan orang lain atas acuan pada pengalaman diri sendiri. Misalnya, ketika orang lain mengatakan “Saya haus”. Pernyataan tersebut dapat dipahami karena kita pernah mengalami peristiwa haus.


Kenneth Lee Pike mengemukakan bahwa bahasa bukan sekadar rangkaian suara, klausa, aturan, dan makna yang tidak beraturan; kesemuanya itu merupakan kesatuan sistem yang koheren, yang terintegrasi satu dengan lainnya, bersama-sama dengan perilaku, konteks, wacana universal, dan perspektif peneliti.