Rabu, 07 Oktober 2009

Analisis Materi Teks Bacaan

ANALISIS MATERI TEKS BACAAN
MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA
Oleh: Ening Herniti[1]

A. Pendahuluan
Buku teks pelajaran bahasa Indonesia merupakan media berinteraksi antara peserta didik dengan materi didik. Bahasa Indonesia yang digunakan dalam bahan ajar seharusnya menggunakan bentuk kata, istilah, kalimat, dan paragraf yang sesuai dengan kaidah bahasa untuk berkomunikasi tertulis. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas) Nomor 11 Tahun 2005, buku teks pelajaran adalah buku acuan wajib untuk digunakan di sekolah yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, serta potensi fisik dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan.
Pemilihan meteri berkaitan erat dengan perencanaan pengajaran secara menyeluruh. Untuk melakukan pemilihan materi itu perlu diketahui tujuan, tingkat, dan waktu yang tersedia. Tujuan mengacu kepada ketercapaian instruksional yang direncanakan; tingkat mengacu pada kesukaran dan kemudahan yang akan tersermin dalam aktivitas belajar bahasa yang sedang dipelajari; sedangkan waktu mengacu pada rentangan durasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan instruksional. Materi itu sendiri telah ada di dalam kurikulum. Misalnya, materi bahasa Indonesia yang terdapat dalam Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan 2006 yang menjadi acuan bagi pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

B.  Kemampuan Berbahasa  
Empat keterampilan berbahasa yang disajikan dalam pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah meliputi keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Sebenarnya keterampilan tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu keterampilan yang bersifat menerima (reseptif) yang meliputi keterampilan menyimak dan membaca, serta keterampilan yang bersifat mengungkapkan (produktif) yang meliputi keterampilan menulis dan membaca (Muchlisoh, 1994: 119).
Kemampuan berbahasa seseorang belum tentu mencakup keempat kemampuan tersebut. Seandainya kemampuan berbahasa seseorang mencakup keempat kemampuan tersebut, tingkat kemampuan tiap-tiap aspek tidaklah sama. Seseorang mungkin mampu mendengarkan atau membaca dengan baik, tetapi kurang mampu berbicara dan menulis dengan baik. Kemampuan reseptif seseorang pada umumnya lebih tinggi daripada kemampuan produktif.
Pembelajaran membaca di SD/MI dilaksanakan sesuai dengan pembedaan atas kelas-kelas awal dan kelas-kelas tinggi. Pelajaran membaca dan menulis di kelas-kelas awal disebut pelajaran membaca dan menulis permulaan, sedangkan di kelas-kelas tinggi disebut pelajaran membaca dan menulis lanjut. Pelaksanaan membaca permulaan di kelas I SD/MI dilakukan dalam dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan membaca dengan menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan dengan cara mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain buku misalnya kartu gambar, kartu huruf, kartu kata dan kartu kalimat, sedangkan membaca dengan buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan buku sebagai bahan pelajaran. (Sri Nuryati, 2007:1-2)


C. Analisis Materi Teks Bacaan
Menurut Badudu (1993: 131) pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia di SD–SMU, guru terlalu banyak menyuapi. Siswa kurang dilatih untuk aktif membaca, menyimak, menulis, dan berbicara. Salah satu kesulitan yang dihadapi guru ialah menemukan bahan pelajaran yang cocok bagi para anak didiknya. Kadang-kadang bahan bacaan itu tidak cocok karena kosa katanya, kadang-kadang pula karena struktur kalimat-kalimatnya, atau isinya. Salah satu tugas guru baca yang luar biasa sukarnya ialah menemukan bahan bacaan yang menarik bagi anak-anak yang duduk di kelas-kelas permulaan. Anak-anak yang berasal dari lingkungan yang belum mengenal bahasa Indonesia dengan baik pun merupakan pembawa masalah yang tidak mudah. Mereka memerlukan bahan pelajaran yang secara serempak bisa mengembangkan empat keterampilan berbahasa, yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis (Muchlisoh, 1994:199).
Pembelajaran membaca permulaan di SD/MI mempunyai nilai yang strategis bagi pengembangan kepribadian dan kemampuan siswa. Pengembangan kepribadian dapat ditanamkan melalui materi teks bacaan (wacana, kalimat, kata, suku kata, huruf/bunyi bahasa) yang berisi pesan moral, nilai pendidikan, nilai sosial, nilai emosional-spiritual, dan berbagai pesan lainnya sebagai dasar pembentuk kepribadian yang baik pada siswa. Demikian pula dengan pengembangan kemampuan juga dapat diajarkan secara terpadu melalui materi teks bacaan yang berisi berbagai pengetahuan dan pengalaman baru yang pada akhirnya dapat berimplikasi pada pengembangan kemampuan siswa.
Dalam buku teks bahasa Indonesia SD/MI terdapat pesan yang diterima oleh setiap siswa dengan makna yang bisa sama, bisa berbeda. Diperlukan kajian yang lebih cermat agar setiap pesan yang termuat dalam buku teks dapat benar-benar sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional. Teks bacaan pelajaran bahasa Indonesia di Daerah Istimewa Yogyakarta sangatlah variatif bergantung pada terbitan mana buku pelajaran tersebut dipakai. Jika dibandingkan dengan buku teks tahun 80-an, buku teks sekarang lebih beragam. Misalnya, pemakaian nama tokoh Budi dalam buku teks tahun 80-an  mengandung filosofi agar siswa tidak hanya pandai, tetapi juga berbudi pekerti luhur. Buku teks terbitan Yudistira memakai nama tokoh Rima. Rima diambil dari istilah sastra rima yang berarti ‘bunyi yang sama atau hampir sama yang terdapat pada awal, tengah, dan akhir kata’. Rima inilah yang membuat sajak menjadi lebih indah. Unsur keselarasan dan keindahan itulah yang menjadi filosofi agar siswa dapat berbahasa dan berkomunikasi secara baik, benar, dan indah. Berbeda lagi dengan buku teks terbitan Erlangga yang memilih nama tokoh Dimas.
Kata sapaan yang dipakai sangatlah beragam. Guru hendaknya menjelaskan perbedaan-perbedaan tersebut. Beberapa contoh pemakaian kata sapaan.
  1. Ibu saya Bu Sinta.
  2. Ini Mama Ila.
  3. Ayah saya Pak Bani.
  4. Ini Papa Opi.
  5. Kakak saya Popi.
  6. Abang saya Ali.
  7. Nenek tinggal di desa.
  8. Ini Oma Lili.
Kata Sapaan
Sinonim
Pemakaian
Mama
Ibu
Kata sapaan Mama bisanya dipakai oleh masyarakat yang berkelas sosial tinggi. Kata sapaan Ibu lebih netral.
Papa
Ayah, Bapak
Kata sapaan Papa bisanya dipakai oleh masyarakat yang berkelas sosial tinggi. Kata sapaan Ayah lebih netral.
Abang
Kakak
Kata sapaan Abang lazim dipakai oleh penutur yang berasal dari Betawi, Bangka atau wilayah sekitarnya. Kata sapaan Kakak lebih netral.
Oma
Nenek
Kata sapaan Papa bisanya dipakai oleh masyarakat yang berkelas sosial tinggi. Kata sapaan Nenek lebih netral.

Pertanyaannya adalah mengapa kata sapaan mas dan mbak tidak muncul dalam buku teks? Kata sapaan mama, papa, dan opa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia termasuk ragam cakapan yang lazimnya kata itu dipergunakan dalam ragam nonbaku. Bukankah buku teks pelajaran bahasa Indonesia seharusnya menggunakan bahasa Indonesia ragam baku?
Kesatuan bahasa yang diucapkan atau tertulis panjang atau pendek dinamakan teks atau discourse. Teks adalah satu kesatuan semantik dan bukan kesatuan gramatikal (Lubis, 1991:21). Artinya, kesatuan bukan bentuknya (morfem, klausa, dan kalimat), tetapi kesatuan artinya. Teks-teks dalam buku pelajaran bahasa Indonesia merupakan sarana yang strategis untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu. Berikut adalah cuplikan teks dari buku pelajaran bahasa Indonesia kelas III pelajaran 14.
Komputer Ayahku
            Sejak Ayah meninggal, aku benci sekali dengan komputer Ayah itu. Padahal sebelumnya aku senang menggunakannya. Ya, bagaimana tidak benci? Ayahku meninggal justru karena komputer itu. Beliau sampai merelakan nyawanya karena mempertahankan disket rahasia kantornya.
            …………………………………………………………………………dst.
           
            Paragraf di atas seolah-olah menyiratkan bahwa komputerlah yang membunuh ayah si tokoh dalam teks di atas. Si tokoh melemparkan kekecewaan atas meninggal ayahnya pada komputer. Cerita tersebut mirip dengan ajaran para orang tua ketika anaknya jatuh. Orang tua atau pengasuh akan mengatakan, “batunya nakal ya” sambil memukul batu yang tidak bersalah. Secara tidak sadar sebenarnya orang tua telah mengajarkan bahwa jika terjadi sesuatu pada anaknya, orang lainlah yang salah. Mencari kambing hitam ternyata tanpa disadari telah ditanamkan sejak dini.
Seorang guru hendaknya tidak hanya meminta siswa membaca, tetapi juga menjelaskan bahwa bukan karena komputer itu yang membuat ayah si tokoh meninggal dunia. Jika tidak, pesan moralitas itu tidak sampai kepada siswa. Secara psikologis, anak usia kelas III SD/MI belum dapat memahami pesan dalam sebuah teks. Namun hal itu menyisakan pertanyaan. Cukupkah waktu kurang lebih satu untuk membaca, menjelaskan isi teks, menjawab pertanyaan, mengerjakan tugas meringkas, dan menceritakan kembali isi cerita tersebut?
               Teks bacaan bahasa Indonesia untuk SD/MI sebenarnya berkaitan dengan pelajaran lain seperti sejarah (Sultan Hasanudin, asal mula Salatiga, Bangsa Penemu Sabun), IPS (Reog Ponorogo), tetapi mengapa hampir tidak berintegrasi dengan pelajaran agama? Cerita dari entah berantah justru muncul seperti cerita Keledai dan Unta, Sekolah Peri Biru, dan sebagainya. Mengapa anak banyak diberi cerita fiktif daripada kisah nyata? Nama Mickel Jackson saja muncul dalam teks bacaan, tetapi mengapa nama-nama pahlawan kita justru sepi dari buku teks bahasa Indonesia? Jika hal itu terus berlanjut, siswa akan semakin asing dari cerita nyata dan keberanian para pahlawan. 
             
           
D. Penutup
Buku teks merupakan sarana yang efektif untuk menyampaikan pesan dan ideologi tertentu. Seorang guru haruslah cermat dalam menjelaskan isi teks karena tidak semua siswa dapat memahami kandungan teks tersebut. Guru hendaknya dapat mengelola waktu dengan baik agar siswa tidak hanya mampu menyimak dengan baik, dapat bercerita, lancar membaca, dan dapat menuangkan gagasan dalam bahasa tulis, tetapi juga dapat menyerap pesan-pesan yang disampaikan dalam teks. 
Referensi
Depdikbud. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Lubis, Hamid Hasan. 1991. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Muchlisoh. 1992. Materi Pokok Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Depdikbud

Sri Nuryati. 2007. Pembelajaran Membaca Permulaan Melalui Permainan Bahasa di Kelas Awal Sekolah Dasar. Jurnal Sekolah Dasar, (Online), (http://www. Google.com, diakses 26 Oktober 2009).

Suherli. 2008. Bahasa Indonesia dalam Kajian Keterbacaan”. (http://suherlicentre.blogspot.com/2008/10/bahasa-indonesia-dalam-kajian.html, diakses   26 Oktober 2009).


[1] Dosen  Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga