ANALISIS
MATERI TEKS BACAAN
MATA
PELAJARAN BAHASA INDONESIA
Oleh: Ening
Herniti[1]
A.
Pendahuluan
Buku teks pelajaran bahasa Indonesia merupakan media
berinteraksi antara peserta didik dengan materi didik. Bahasa Indonesia
yang digunakan dalam bahan ajar seharusnya menggunakan bentuk kata, istilah,
kalimat, dan paragraf yang sesuai dengan kaidah bahasa untuk berkomunikasi
tertulis. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
(Permendiknas) Nomor 11 Tahun 2005, buku teks pelajaran adalah buku acuan wajib
untuk digunakan di sekolah yang memuat materi pembelajaran dalam rangka
peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, serta
potensi fisik dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional
pendidikan.
Pemilihan
meteri berkaitan erat dengan perencanaan pengajaran secara menyeluruh. Untuk
melakukan pemilihan materi itu perlu diketahui tujuan, tingkat, dan waktu yang
tersedia. Tujuan mengacu kepada ketercapaian instruksional yang direncanakan;
tingkat mengacu pada kesukaran dan kemudahan yang akan tersermin dalam aktivitas
belajar bahasa yang sedang dipelajari; sedangkan waktu mengacu pada rentangan
durasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan instruksional. Materi itu sendiri
telah ada di dalam kurikulum. Misalnya, materi bahasa Indonesia yang terdapat
dalam Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan 2006 yang menjadi acuan bagi
pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
B. Kemampuan Berbahasa
Empat keterampilan berbahasa yang disajikan dalam pengajaran
bahasa Indonesia di sekolah-sekolah meliputi keterampilan menyimak,
keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis.
Sebenarnya keterampilan tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu
keterampilan yang bersifat menerima (reseptif) yang meliputi
keterampilan menyimak dan membaca, serta keterampilan yang bersifat
mengungkapkan (produktif) yang meliputi keterampilan menulis dan membaca
(Muchlisoh, 1994: 119).
Kemampuan
berbahasa seseorang belum tentu mencakup keempat kemampuan tersebut. Seandainya
kemampuan berbahasa seseorang mencakup keempat kemampuan tersebut, tingkat
kemampuan tiap-tiap aspek tidaklah sama. Seseorang mungkin mampu mendengarkan
atau membaca dengan baik, tetapi kurang mampu berbicara dan menulis dengan
baik. Kemampuan reseptif seseorang pada umumnya lebih tinggi daripada kemampuan
produktif.
Pembelajaran membaca di SD/MI dilaksanakan sesuai dengan pembedaan
atas kelas-kelas awal dan kelas-kelas tinggi. Pelajaran membaca dan menulis di
kelas-kelas awal disebut pelajaran membaca dan menulis permulaan, sedangkan di
kelas-kelas tinggi disebut pelajaran membaca dan menulis lanjut. Pelaksanaan
membaca permulaan di kelas I SD/MI dilakukan dalam dua tahap, yaitu membaca
periode tanpa buku dan membaca dengan menggunakan buku. Pembelajaran membaca
tanpa buku dilakukan dengan cara mengajar dengan menggunakan media atau alat
peraga selain buku misalnya kartu gambar, kartu huruf, kartu kata dan kartu
kalimat, sedangkan membaca dengan buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan
buku sebagai bahan pelajaran. (Sri Nuryati, 2007:1-2)
C. Analisis Materi Teks
Bacaan
Menurut Badudu (1993: 131) pelaksanaan pembelajaran bahasa
Indonesia di SD–SMU, guru terlalu banyak menyuapi. Siswa kurang dilatih untuk aktif
membaca, menyimak, menulis, dan berbicara. Salah satu kesulitan yang dihadapi
guru ialah menemukan bahan pelajaran yang cocok bagi para anak didiknya.
Kadang-kadang bahan bacaan itu tidak cocok karena kosa katanya, kadang-kadang
pula karena struktur kalimat-kalimatnya, atau isinya. Salah satu tugas guru
baca yang luar biasa sukarnya ialah menemukan bahan bacaan yang menarik bagi
anak-anak yang duduk di kelas-kelas permulaan. Anak-anak yang berasal dari
lingkungan yang belum mengenal bahasa Indonesia dengan baik pun merupakan
pembawa masalah yang tidak mudah. Mereka memerlukan bahan pelajaran yang secara
serempak bisa mengembangkan empat keterampilan berbahasa, yakni menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis (Muchlisoh, 1994:199).
Pembelajaran membaca permulaan di SD/MI mempunyai nilai yang
strategis bagi pengembangan kepribadian dan kemampuan siswa. Pengembangan
kepribadian dapat ditanamkan melalui materi teks bacaan (wacana, kalimat, kata,
suku kata, huruf/bunyi bahasa) yang berisi pesan moral, nilai pendidikan, nilai
sosial, nilai emosional-spiritual, dan berbagai pesan lainnya sebagai dasar
pembentuk kepribadian yang baik pada siswa. Demikian pula dengan pengembangan
kemampuan juga dapat diajarkan secara terpadu melalui materi teks bacaan yang
berisi berbagai pengetahuan dan pengalaman baru yang pada akhirnya dapat
berimplikasi pada pengembangan kemampuan siswa.
Dalam
buku teks bahasa Indonesia SD/MI terdapat pesan yang diterima oleh setiap siswa
dengan makna yang bisa sama, bisa berbeda. Diperlukan kajian yang lebih cermat
agar setiap pesan yang termuat dalam buku teks dapat benar-benar sesuai dengan
tujuan Pendidikan Nasional. Teks bacaan pelajaran
bahasa Indonesia di Daerah Istimewa Yogyakarta sangatlah variatif bergantung
pada terbitan mana buku pelajaran tersebut dipakai. Jika dibandingkan dengan
buku teks tahun 80-an, buku teks sekarang lebih beragam. Misalnya, pemakaian nama
tokoh Budi dalam buku teks tahun 80-an mengandung
filosofi agar siswa tidak hanya pandai, tetapi juga berbudi pekerti luhur. Buku
teks terbitan Yudistira memakai nama tokoh Rima. Rima diambil dari istilah
sastra rima yang berarti ‘bunyi yang sama atau hampir sama yang terdapat
pada awal, tengah, dan akhir kata’. Rima inilah yang membuat sajak menjadi
lebih indah. Unsur keselarasan dan keindahan itulah yang menjadi filosofi agar
siswa dapat berbahasa dan berkomunikasi secara baik, benar, dan indah. Berbeda
lagi dengan buku teks terbitan Erlangga yang memilih nama tokoh Dimas.
Kata sapaan yang dipakai sangatlah beragam. Guru hendaknya
menjelaskan perbedaan-perbedaan tersebut. Beberapa contoh pemakaian kata
sapaan.
- Ibu saya Bu Sinta.
- Ini Mama Ila.
- Ayah saya Pak Bani.
- Ini Papa Opi.
- Kakak saya Popi.
- Abang saya Ali.
- Nenek tinggal di desa.
- Ini Oma Lili.
Kata
Sapaan
|
Sinonim
|
Pemakaian
|
Mama
|
Ibu
|
Kata sapaan
Mama bisanya dipakai oleh masyarakat yang berkelas sosial tinggi. Kata sapaan
Ibu lebih netral.
|
Papa
|
Ayah, Bapak
|
Kata sapaan
Papa bisanya dipakai oleh masyarakat yang berkelas sosial tinggi. Kata sapaan
Ayah lebih netral.
|
Abang
|
Kakak
|
Kata sapaan
Abang lazim dipakai oleh penutur yang berasal dari Betawi, Bangka
atau wilayah sekitarnya. Kata sapaan Kakak lebih netral.
|
Oma
|
Nenek
|
Kata sapaan
Papa bisanya dipakai oleh masyarakat yang berkelas sosial tinggi. Kata sapaan
Nenek lebih netral.
|
Pertanyaannya
adalah mengapa kata sapaan mas dan mbak tidak muncul dalam buku
teks? Kata sapaan mama, papa, dan opa dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia termasuk ragam cakapan yang lazimnya kata itu
dipergunakan dalam ragam nonbaku. Bukankah buku teks pelajaran bahasa Indonesia
seharusnya menggunakan bahasa Indonesia
ragam baku?
Kesatuan
bahasa yang diucapkan atau tertulis panjang atau pendek dinamakan teks atau discourse.
Teks adalah satu kesatuan semantik dan bukan kesatuan gramatikal (Lubis,
1991:21). Artinya, kesatuan bukan bentuknya (morfem, klausa, dan kalimat),
tetapi kesatuan artinya. Teks-teks dalam buku pelajaran bahasa Indonesia
merupakan sarana yang strategis untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu. Berikut
adalah cuplikan teks dari buku pelajaran bahasa Indonesia kelas III pelajaran
14.
Komputer
Ayahku
Sejak Ayah meninggal, aku benci sekali dengan komputer Ayah
itu. Padahal sebelumnya aku senang menggunakannya. Ya, bagaimana tidak benci?
Ayahku meninggal justru karena komputer itu. Beliau sampai merelakan nyawanya
karena mempertahankan disket rahasia kantornya.
…………………………………………………………………………dst.
Paragraf di atas seolah-olah menyiratkan bahwa
komputerlah yang membunuh ayah si tokoh dalam teks di atas. Si tokoh
melemparkan kekecewaan atas meninggal ayahnya pada komputer. Cerita tersebut
mirip dengan ajaran para orang tua ketika anaknya jatuh. Orang tua atau pengasuh
akan mengatakan, “batunya nakal ya” sambil memukul batu yang tidak bersalah.
Secara tidak sadar sebenarnya orang tua telah mengajarkan bahwa jika terjadi
sesuatu pada anaknya, orang lainlah yang salah. Mencari kambing hitam ternyata
tanpa disadari telah ditanamkan sejak dini.
Seorang
guru hendaknya tidak hanya meminta siswa membaca, tetapi juga menjelaskan bahwa
bukan karena komputer itu yang membuat ayah si tokoh meninggal dunia. Jika
tidak, pesan moralitas itu tidak sampai kepada siswa. Secara psikologis, anak
usia kelas III SD/MI belum dapat memahami pesan dalam sebuah teks. Namun hal
itu menyisakan pertanyaan. Cukupkah waktu kurang lebih satu untuk membaca,
menjelaskan isi teks, menjawab pertanyaan, mengerjakan tugas meringkas, dan
menceritakan kembali isi cerita tersebut?
Teks bacaan bahasa Indonesia untuk SD/MI sebenarnya
berkaitan dengan pelajaran lain seperti sejarah (Sultan Hasanudin, asal mula
Salatiga, Bangsa Penemu Sabun), IPS (Reog Ponorogo), tetapi mengapa
hampir tidak berintegrasi dengan pelajaran agama? Cerita dari entah berantah
justru muncul seperti cerita Keledai dan Unta, Sekolah Peri Biru,
dan sebagainya. Mengapa anak banyak diberi cerita fiktif daripada kisah nyata?
Nama Mickel Jackson saja muncul dalam teks bacaan, tetapi mengapa nama-nama
pahlawan kita justru sepi dari buku teks bahasa Indonesia? Jika hal itu terus
berlanjut, siswa akan semakin asing dari cerita nyata dan keberanian para
pahlawan.
D. Penutup
Buku teks merupakan sarana
yang efektif untuk menyampaikan pesan dan ideologi tertentu. Seorang guru
haruslah cermat dalam menjelaskan isi teks karena tidak semua siswa dapat
memahami kandungan teks tersebut. Guru hendaknya dapat
mengelola waktu dengan baik agar siswa tidak hanya mampu menyimak dengan baik,
dapat bercerita, lancar membaca, dan dapat menuangkan gagasan dalam bahasa
tulis, tetapi juga dapat menyerap pesan-pesan yang disampaikan dalam teks.
Referensi
Depdikbud. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Lubis, Hamid Hasan. 1991. Analisis
Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Muchlisoh. 1992. Materi Pokok
Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Depdikbud
Sri Nuryati. 2007. “Pembelajaran
Membaca Permulaan Melalui Permainan Bahasa di Kelas Awal Sekolah Dasar”. Jurnal
Sekolah Dasar, (Online), (http://www. Google.com, diakses 26 Oktober 2009).