Rabu, 02 Januari 2008

Bahasa Perempuan


SEBUAH METAPESAN DARI PEREMPUAN
Oleh: Ening Herniti



Menyoal masalah perempuan tidak pernah mengenal kata basi. Dari sudut mana pun selalu menarik untuk dibicarakan. Ia adalah anugerah Tuhan yang menyimpan berjuta misteri yang sering kali tidak dimengerti oleh perempuan itu sendiri. Ada apa sebenarnya dengan perempuan?
Sejarah telah membuktikan bahwa dengan kerling mata dan senyum yang menawan perempuan dapat menaklukkan laki-laki segagah apa pun. Adalah Cleopatra, Ratu Mesir Kuno, perempuan yang sangat cantik dan anggun yang dapat menggunakan kecantikan dan keanggunannya sebagai sarana politik. Kecantikan wajah dan keindahan rambut Cleopatra berhasil mempesona Markus Antonius, Sang Hulubalang Romawi yang perkasa. Ia sanggup menghianati negaranya demi gadis pujaannya. Ironis memang, tetapi fakta sejarah tidak dapat dipungkiri.
Daya tarik perempuan bukan hanya keindahan fisiknya, tetapi keunikan penggunaan bahasanya tidak kalah menarik untuk dicermati. Perbedaan peranan laki-laki dengan perempuan terefleksi di dalam bahasa. Hal ini terjadi karena bahasa bukanlah sekedar deretan bunyi atau susunan kata, tetapi kenyataan sosial (social reality).
 Dunia pribadi kita dibentuk oleh percakapan, tidak hanya dengan keluarga, teman-teman, dan rekan kerja tetapi juga di dalam masyarakat. Tannen menegaskan bahwa relasi antarmanusia dibentuk, dipelihara, dan dirusak melalui percakapan. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa komunikasi pria-wanita merupakan komunikasi lintas budaya. Kebudayaan adalah suatu jaringan kebiasaan dan pola yang sedikit demi sedikit disatukan dari pengalaman sebelumnya, dan pria serta wanita memiliki pengalaman yang berbeda. Sejak dilahirkan, mereka diperlakukan berbeda, diajak bercakap-cakap dengan cara yang berbeda, dan hasilnya mereka berbicara dengan gaya yang berbeda. Anak laki-laki dan perempuan tumbuh dalam dunia yang berbeda meskipun berada di rumah yang sama. Sewaktu dewasa mereka berkelana dalam dunia yang berbeda.

Gaya Percakapan Pria dan Wanita
Dalam berbicara perempuan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menyatakan maksudnya secara tidak berterus terang dibandingkan kaum laki-laki. Dengan kata lain, perempuan lebih banyak mengemukakan maksud lewat isyarat-isyarat gaya berbicara yang disebut metapesan.  Metapesan adalah makna atau maksud yang terungkap melalui hubungan kita dengan orang lain, seperti sikap, kesempatannya, dan apa yang dikatakan. Metapesan dapat dilihat dari apa yang tidak dikatakan dan dari apa yang dikatakan.  Sebaliknya, pesan adalah informasi yang terungkap melalui makna kata-kata.
Gaya tuturan perempuan seperti permainan krambol. Taruhlah sebuah contoh, hampir jarang seorang perempuan mengatakan "belikan baju ini" kepada pasangannya. Ia cenderung akan mengatakan "baju ini bagus ya", "baju ini model terbaru lho", atau "baju ini tidak mahal tapi bagus modelnya". Karena ketidakterusterangan (indirectness) inilah yang sering kali mendapat tanggapan yang berbeda dari kaum laki-laki.
Karena sifat keberterusterangan laki-laki dan ketidakberterusterangan perempuan ini tidak mengherankan bila setelah sekian lama hidup bersama perempuan biasanya merasa, "Setelah sekian lama, kamu seharusnya tahu apa yang saya inginkan tanpa saya mengatakannya." Banyak laki-laki merasa, "Setelah sekian lama, kita seharusnya bisa saling menyatakan keinginan kita."
Harapan yang tidak selaras tersebut mencerminkan salah satu perbedaan yang cukup signifikan antara laki-laki dan perempuan. Komunikasi selalu berkaitan dengan masalah penyeimbangan kebutuhan yang berlawanan, yaitu keterlibatan dan kebebasan. Dalam berkomunikasi laki-laki secara relatif butuh kebebasan. Perempuan cenderung membutuhkan keterlibatan dalam komunikasinya. Maksudnya, perempuan merasa dimengerti keinginannya tanpa mengatakan secara eksplisit apa yang dimaksudkan. Walaupun tidak mengatakan secara terus terang, perempuan mencoba mencapai kesepakatan melalui negosiasi sebagai perwujudan solidaritas. Kaum perempuan lebih senang memperlihatkan solidaritas daripada kekuasaan walaupun tujuannya sama, yakni mendapatkan apa yang diinginkannya. Sebenarnya, ketidakterusterangan memungkinkan seseorang mengendalikan orang lain tanpa terlihat demikian.
Mengapa perempuan lebih memahami dan menghargai metapesan? Karena melalui metapesanlah hubungan seseorang dengan orang lain dibangun dan dipertahankan.
Perbedaan fokus pada pesan dan metapesan dapat menghadirkan perbedan sudut pandang antara laki-laki dan perempuan. Tanpa disadari oleh laki-laki, perempuan sering kali sakit hati bila pasangannya menggunakan kata ganti saya atau aku  dalam situasi perempuan ingin dilibatkan. Seharusnya laki-laki menggunakan kata ganti kita.
Ketertarikan pada topik pembicaran antara laki-laki dan perempuan juga berbeda. Laki-laki cenderung tertarik dengan topik olah raga, politik, sejarah, otomotif, atau cara kerja sesuatu. Sementara, perempuan lebih senang dengan topik yang terjadi hari ini.  
Sebagaian orang berpendapat bahwa perempuan memiliki intuisi yang tajam. Jika dilihat dari kaca mata lingistik, perempuan  pada umumnya lebih mampu memahami metapesan percakapan daripada laki-laki. Ketika perempuan mampu mereka-reka makna melalui cara ini, biasanya laki-laki menganggapnya sebagai sesuatu yang misterius.
Perempuan sering kali masih dianggap sebagai kelas kedua sehingga ia berusaha keras dengan segala cara untuk meningkatkan dirinya sederajat dengan laki-laki. Salah satu cara yang paling efektif ialah dengan memakai bahasa ragam baku sebaik-baiknya. Mengapa dipilih ragam baku? Karena ragam baku berkonotasi terpelajar, berstatus, berkualitas, kompeten, independen, dan kuat. Hal tersebut selaras dengan penelitian sosiologi yang menunjukkan bahwa perempuan lebih sadar kelas (kedudukannya) daripada laki-laki.  Kaum pria cenderung lebih menyukai bentuk bahasa yang nonbaku karena biasanya tuturan nonbaku dipakai oleh kelas pekerja. Tutur kelas pekerja dikaitkan dengan kekerasan yang dianggap sebagai ciri kejantanan.
Perempuan dan laki-laki memang diciptakan berbeda. Perbedaan itu adalah rahmat bagi orang yang mau mencari penyelarasannya melalui ilmu pengetahuan. Wallahu a’lam bi ash-shawab