Rabu, 07 Juli 2010

Konsep Jamak dalam Bahasa Indonesia


KONSEP JAMAK DALAM BAHASA INDONESIA

Ening Herniti
Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Ilmu Budaya
UIN Sunan Kalijaga

ABSTRACT

Every language has its own type of numeral concepts. The languages also have their own strategies in marking plurality form. To express the sense, Indonesian language uses form of reduplication, numerals or quantifiers stated with the nouns. In addition, the verb in the sentence also affects the concept of singularity and plurality. The existence of plurality of meaning in the Indonesian language is always related to the context in the sentence. The determination of the meaning of a word is not possible without placing it in context. The concept of plural in the Indonesian language is realized at the word, phrase, and the clause or sentence  level. In addition, there are some plurality markers in the Indonesian language.

Keywords: jamak, makna, pemarkah, bahasa Indonesia.

A. Pendahuluan
Bahasa-bahasa yang ada di dunia ini berdasarkan konsep ketaktunggalannya (jamak) digolongkan dalam tiga kelompok, yaitu (1) bahasa yang tidak mengenal dualis maupun trialis, yakni bahasa yang memiliki ketaktunggalan yang bermakna lebih dari satu, seperti bahasa Indonesia dan bahasa Inggris; (2) bahasa yang mengenal dualis, tetapi tidak mengenal trialis, yakni bahasa yang memiliki ketaktunggalan yang bermakna lebih dari dua seperti bahasa Arab; (3) bahasa yang mengenal trialis, yakni bahasa yang memiliki ketaktunggalan yang bermakna lebih dari tiga, seperti bahasa Fiji.
Bahasa Indonesia mempunyai ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah tertentu yang membedakannya dengan bahasa-bahasa lainnya di dunia ini, baik bahasa asing maupun bahasa daerah. Dengan ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah pokok ini pulalah dapat dibedakan mana bahasa Indonesia dan mana bahasa asing ataupun bahasa daerah.
Bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk jamak (bentuk kata yang menyatakan lebih dari satu atau banyak) dan tunggal seperti dalam bahasa Arab, bahasa Perancis,  dan bahasa Inggris. Artinya, bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan jamak. Bentuk boy dan man dalam bahasa Inggris yang berubah menjadi boys dan men ketika menyatakan jamak, tidak pernah dikenal dalam bahasa Indonesia. Bentuk bajus (jamak dari kata baju), temans (jamak dari teman), dan kursis (jamak dari kursi), misalnya, tidak dikenal dalam bahasa Indonesia karena memang bukan kaidah bahasa Indonesia.
Untuk menyatakan pengertian jamak dalam bahasa Indonesia dipergunakan bentuk perulangan (reduplikasi), kata bilangan (numeralia), atau bentuk kata yang menyatakan jamak. Contoh kata buku, kata itu mempunyai pengertian yang netral mempunyai bentuk jamak buku-buku , tiga buku, atau banyak buku. Di samping itu, verba di dalam kalimat juga mempengaruhi konsep ketunggalan dan kejamakan.      

B. Konsep Jamak dalam Bahasa Indonesia
Berkaitan dengan kategori jumlah, Matthews membuktikan bahwa bentuk-bentuk jamak memperlihatkan ciri bentuk yang khas karena aspek semantiknya mempunyai penanda (semantically marked). Pengulangan nomina dalam bahasa Indonesia merupakan cara yang paling eksplisit untuk menyatakan ‘kejamakan’. Di samping itu, pengulangan adjektiva tertentu juga akan mengandung makna jamak.[1]
Adanya makna kejamakan dalam bahasa Indonesia selalu berkaitan dengan konteks dalam kalimat. Penentuan makna suatu kata tidak mungkin tanpa menempatkannya dalam konteks. Ramlan berpendapat bahwa makna unsur pengisi suatu fungsi sintaksis berkaitan dengan makna yang dinyatakan oleh unsur pengisi fungsi yang lain.[2]
Menurut Sudaryanto bahwa fungsi predikat (p) yang lazimnya diisi oleh verba, dianggap sebagai unsur paling inti dalam suatu klausa. Sejumlah verba atau adjektiva tertentu yang mengisi fungsi P dapat menjadi petunjuk atau penentu bahwa argumen yang bervalensi dengannya menuntut kejamakan.[3]
Pada dasarnya konsep jamak di berbagai bahasa itu berciri semesta walaupun dalam merealisasikannya berbeda-beda. Konsep jamak dalam bahasa Indonesia direalisasikan pada tataran kata, tataran frasa, dan tataran klausa. Di samping itu, ada beberapa pemarkah kejamakan dalam bahasa Indonesia.

1. Konsep Jamak Pada Tataran Kata
            Konsep jamak dalam bahasa Indonesia dapat direaliasikan dalam tataran kata. Pada tataran kata yang menjadi pemarkah jamak adalah reduplikasi utuh, reduplikasi bervariasi fonem, leksem berciri jamak, dan pronomina jamak.
Simatupang berpendapat bahwa reduplikasi dapat menyatakan kejamakan bila reduplikasi tersebut dibentuk dari bentuk dasar nomina dengan reduplikasi penuh, reduplikasi pada nomina dengan atribut adjektiva yang disisipi yang, reduplikasi pada kata benda dengan atribut kata bilangan atau kata jumlah.[4] Hal ini senada dengan dengan pendapat Bauer bahwa reduplication is frequently used to indicate plurality.[5]


1.1 Pemarkah Jamak dengan Reduplikasi Utuh
Bentuk reduplikasi yang dapat menjadi pemarkah jamak adalah sejenis reduplikasi yang cenderung bersenyawa denga bentuk dasar nomina berciri + HITUNG (countable nouns). Untuk lebih jelasnya cermati contoh berikut.
(1)   Partai-partai baru agaknya dapat memberikan angin segar atau sedikit harapan.
(2)   Mansori berseru, “singkirkan orang-orang non-PNI dari tubuh PDI Perjuangan”.
Kejamakan nomina partai dan orang pada partai-partai dan orang-orang dihasilkan oleh adanya gramatikal antara nomina partai dan orang sebagai bentuk dasar dengan  partai-partai dan  orang-orang sebagai morfem ulang (morfem reduplikasi). Hubungan semacam ini mengakibatkan makna jamak pada tataran kata yang berupa nomina partai dan orang.
Dalam bahasa Indonesia terdapat sejumlah kata yang menunjuk pengertian jamak. Jamak artinya berjumlah lebih dari satu. Jamak dapat dinyatakan dalam bentuk pengulangan nomina atau dengan menambahkan bentuk kata tertentu, seperti semua, para, dan banyak. Penggunaan kata penunjuk jamak tersebut terkadang masih tidak tepat. Dalam kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, morfem . Pada kenyataan berbahasa, banyak ditemukan penggunaan bentuk jamak yang tumpang tindih atau mubazir. Perhatikan contoh berikut.
(1a) Semua partai-*partai baru agaknya dapat memberikan angin segar atau sedikit harapan.
Seharusnya:
(1b) Semua partai baru agaknya dapat memberikan angin segar atau sedkitnya harapan.
(2a) Mansori berseru, “singkirkan semua orang-*orang non-PNI dari tubuh PDI Perjuangan”.
Seharusnya:
(2b) Mansori berseru, “singkirkan semua orang non-PNI dari tubuh PDI Perjuangan”.
Kejamakan pada partai-partai dan orang-orang juga dapat ditunjukkan dengan memberikan pemarkah tunggal sebuah atau satu.
(1c) *[6]Sebuah partai-partai baru agaknya dapat memberikan angin segar atau sedikitnya harapan.
(2c) *Mansori berseru, “singkirkan satu orang-orang non-PNI dari tubuh PDI Perjuangan”.
Ketidakgramatikalan kalimat (1c) dan (2c) karena partai-partai dan orang-orang menunjukkan makna jamak sehingga tidak dapat dilekati oleh pemarkah tunggal.

1.2 Pemarkah Jamak dengan Reduplikasi Bervariasi Fonem
Pemarkah lain sebagai penanda jamak dalam bahasa Indonesia adalah reduplikasi bervariasi fonem. Hal ini tampak dalam contoh berikut.
(3)   Aku kembali kemari karena di tengah jalan secara tidak sengaja melihat orang berpakaian biru berjanggut biru dengan gerak-gerik mencurigakan.
Reduplikasi bervariasi fonem gerak-gerik bermakna jamak karena jika dilekati pemarkah tunggal akan tidak gramatikal.
(3a) Aku kembali kemari karena di tengah jalan secara tidak sengaja melihat orang berpakaian biru berjanggut biru dengan satu gerak-gerik mencurigakan.

1. 3 Leksem Berkonsep Jamak
Leksem yang bermakna jamak yang dimaksud di sini adalah kata yang telah bermakna jamak meskipun tanpa pemarkah jamak.
(4)   Aksi massa yang terjadi selama ini telah memakan korban jiwa.
(5)   Winter memang pernah menjadi sorotan utama publik.
(6)   Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai budaya secara logis akan mengalami berbagai permasalahan.
(7)   Alumni UIN Sunan Kalijaga mendapat tempat di hati masyarakat.
Leksem massa, publik, masyarakat, dan alumni pada contoh di atas sudah mempunyai makna jamak meskipun tanpa pemarkah jamak. Kejamakan leksem massa, publik, masyarakat, dan alumni dapat terlihat bila dimarkahi bentuk tunggal seperti kalimat berikut.
(4a) *Aksi sebuah massa yang terjadi selama ini telah memakan korban jiwa.
(5a) *Winter memang pernah menjadi sorotan utama sebuah publik.
(6a) *Sebuah Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai budaya secara logis akan mengalami berbagai permasalahan.
(7a) *Seorang alumni UIN Sunan Kalijaga mendapat tempat di hati masyarakat.
Kalimat (4a), (5a), (6a), dan (7a) tidak gramatikal karena massa, publik, masyarakat, dan alumni yang telah menunjukkan makna jamak sehingga tidak dapat dilekati dengan pemarkah tunggal. Makna alumni sering kali dikacaukan dengan kata alumnus padahal alumni bermakna jamak, yakni orang-orang yang telah mengikuti atau tamat dari suatu sekolah atau mempunyai pengertian orang yang telah mengikuti atau tamat dari suatu sekolah atau perguruan tinggi. Alumni adalah bentuk jamak dari alumnus. Alumni menunjukkan banyak orang sedangkan alumnus adalah bentuk tunggal yang menunjukkan satu orang saja. Dengan kata lain, alumni adalah para alumnus atau kumpulan alumnus.
Jadi, kalimat (7) akan menjadi gramatikal jika diubah sebagai berikut.
(7b) Seorang alumnus UIN Sunan Kalijaga mendapat tempat di hati masyarakat.
(7c) Para  alumnus UIN Sunan Kalijaga mendapat tempat di hati masyarakat.

1.4 Pronomina Jamak
Dalam bahasa Indonesia terdapat kata ganti orang yang telah menujukkan makna jamak, seperti kata kalian, mereka, kita, dan kami. Untuk lebih jelasnya tampak pada contoh berikut.
(8)       “Apakah kalian sudah menyampaikan pesan guru?” tanya Si Janggut Biru
(9)        Bagaimana mereka tahu kalau dia membawa peta pelaga emas?
(10)   Kita harus membantu korban Merapi.
(11)   Kami sangat menyesal mengapa hal itu sampai terjadi pada kalian.