Rabu, 05 Agustus 2009

Analisis Materi dan Strategi Pembelajaran Menulis

Analisis Materi dan Strategi Pembelajaran Kemampuan Menulis
Oleh: Ening  Herniti[*]

A. Pendahuluan
          Pendekatan pembelajaran dalam kurikulum 2004 diarahkan pada upaya mengembangkan kemampuan siswa dalam mengelola hasil belajar (kompetensi) yang paling sesuai dengan kondisi masing-masing. Dengan demikian proses belajar lebih mengacu pada bagaimana siswa belajar dan bukan pada apa yang dipelajari (Depdiknas, 2004).
          Sejalan dengan tuntutan tersebut, mengharuskan setiap praktisi pendidikan, dalam hal ini guru terus berinovasi dan berkreasi dalam mengembangkan strategi pembelajaran, sehingga kemampuan dasar yang distandarkan dalam kurikulum dapat tertanam baik dan menjadi cikal bakal pengembangan potensi pada diri setiap individu siswa.
Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa. Keterampilan ini berkaitan dengan keterampilan lain, yakni membaca. Dalam kurikulum, keterampilan ini bisa diwujudkan dalam bentuk materi menulis. Sebagaimana materi lainnya, materi ini pun seharusnya disajikan secara bertahap. Karena menulis merupakan keterampilan lanjutan yang cukup kompleks, materi yang diajarkan sebelumnya harus benar-benar dipahami dahulu oleh siswa mengingat materi tersebut menjadi prasyarat, misalnya menyusun kalimat. Metode dan teknik mengajar yang tepat sangat diperlukan untuk memberikan hasil yang baik terhadap materi ini.

B. Menulis Kreatif
Menulis bukan pekerjaan yang sulit, melainkan juga tidak mudah. Menulis merupakan keterampilan yang mensyaratkan penguasaan bahasa yang baik. Dalam belajar bahasa, menulis merupakan kemahiran tingkat lanjut. Pengajaran menulis merupakan dasar untuk keterampilan menulis. Agar mahir menulis, siswa harus menguasai kaidah tata tulis, yakni ejaan, dan kaidah tata bahasa, morfologi, dan sintaksis. Di samping itu, penguasaan kosakata yang banyak sangat diperlukan. Menurut Azies dan Alwasilah (1996: 128), keterampilan menulis berhubungan erat dengan membaca. Semakin banyak siswa membaca, cenderung semakin lancar ia menulis.
Sekurang-kurangnya, ada tiga komponen yang tergabung dalam perbuatan menulis, yaitu: (1) penguasaan bahasa tulis, yang akan berfungsi sebagai media tulisan, meliputi: kosakata, struktur kalimat, paragraf, ejaan, pragmatik, dan sebagainya; (2) penguasaan isi karangan sesuai dengan topik yang akan ditulis; dan (3) penguasaan tentang jenis-jenis tulisan, yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehingga membentuk sebuah komposisi yang diinginkan, seperti esai, artikel, cerita pendek, makalah, dan sebagainya.
David Nunan (1991: 86-90) dalam bukunya Language Teaching Methodology menawarkan suatu konsep pengembangan keterampilan menulis. Konsep tersebut yang meliputi: (1) perbedaan antara bahasa lisan dan bahasa tulisan, (2) menulis sebagai suatu proses dan menulis sebagai suatu produk, (3) struktur generik wacana tulis,  (4) perbedaan antara penulis terampil dan penulis yang tidak terampil, dan (5) penerapan keterampilan menulis dalam proses pembelajaran.
Pertama, perbedaan antara bahasa lisan dan bahasa tulisan tampak pada fungsi dan karakteristik yang dimiliki oleh keduanya. Namun demikian, yang patut diperhatikan adalah keduanya harus memiliki fungsi komunikasi.
          Kedua, pandangan bahwa keterampilan menulis sebagai suatu proses dan menulis sebagai suatu produk. Pendekatan yang berorientasi pada proses lebih memfokuskan pada aktivitas belajar (proses menulis); sedangkan pendekatan yang berorientasi pada produk lebih memfokuskan pada hasil belajar menulis yaitu wujud tulisan.
          Ketiga, struktur generik wacana dari masing-masing jenis karangan (tulisan) tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok. Hanya saja pada jenis karangan narasi menunjukkan struktur yang lengkap, yang meliputi orientasi, komplikasi, dan resolusi. Hal ini menjadi ciri khas jenis karangan/tulisan ini.
          Keempat, untuk menambah wawasan tentang keterampilan menulis, setiap penulis perlu mengetahui penulis yang terampil dan penulis yang tidak terampil. Tujuannya adalah agar dapat mengikuti jalan pikiran (penalaran) dari keduanya. Kita dapat mengetahui kesulitan yang dialami penulis yang tidak terampil (pemula). Salah satu kesulitan yang dihadapinya adalah ia kurang mampu mengantisipasi masalah yang ada pada pembaca. Adapun penulis terampil, ia mampu mengatakan masalah tersebut atau masalah lainnya, yaitu masalah yang berkenaan dengan proses menulis itu sendiri.
          Kelima, sekurang-kurangnya ada tiga proses menulis yang ditawarkan oleh David Nunan, yakni: (1) tahap prapenulisan, (2) tahap penulisan, dan (3) tahap perbaikan. Untuk menerapkan ketiga tahap menulis tersebut diperlukan keterampilan memadukan antara proses dan produk menulis.
Menulis pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini seorang penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata. Keterampilan menulis digunakan untuk mencatat, merekam, meyakinkan, melaporkan, menginformasikan, dan mempengaruhi pembaca. Maksud dan tujuan seperti itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh para siswa yang dapat menyusun dan merangkai jalan pikiran dan mengemukakannya secara tertulis dengan jelas, lancar, dan komunikatif. Kejelasan ini bergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian dan pemilihan kata, dan struktur kalimat (McCrimmon, 1967: 122).
          Agak berbeda dengan David Nunan, Tompkins (1990: 73) menyajikan lima tahap tahap-tahap proses menulis, yaitu: (1) pramenulis, (2) membuat draft, (3) merevisi, (4) menyunting, dan (5) berbagi (sharing). Tompkins juga menekankan bahwa tahap-tahap menulis ini tidak merupakan kegiatan yang linear. Proses menulis bersifat nonlinier, artinya merupakan putaran berulang. Misalnya, setelah selesai menyunting tulisannya, penulis mungkin ingin meninjau kembali kesesuaiannya dengan kerangka tulisan atau draft awalnya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada setiap tahap itu dapat dirinci lagi. Dengan demikian, tergambar secara menyeluruh proses menulis, mulai awal sampai akhir menulis seperti berikut.

1.Tahap Pramenulis
          Pada tahap pramenulis, siswa melakukan kegiatan sebagai berikut:
  1. Menulis topik berdasarkan pengalaman sendiri;
  2. Melakukan kegiatan-kegiatan latihan sebelum menulis;
  3. Mengidentifikasi pembaca tulisan yang akan mereka tulis;
  4. Mengidentifikasi tujuan kegiatan menulis;
  5. Memilih bentuk tulisan yang tepat berdasarkan pembaca dan tujuan yang telah mereka tentukan.
2. Tahap Membuat Draft
Kegiatan yang dilakukan oleh siswa pada tahap ini adalah sebagai berikut:
  1. Membuat draft kasar;
  2. Lebih menekankan isi daripada tata tulis.

3. Tahap Merevisi
          Yang perlu dilakukan oleh siswa pada tahap merevisi tulisan ini adalah sebagai berikut:
  1. Berbagi tulisan dengan teman-teman (kelompok);
  2. Berpartisipasi secara konstruktif dalam diskusi tentang tulisan teman-teman sekelompok atau sekelas;
  3. Mengubah tulisan mereka dengan memperhatikan reaksi dan komentar, baik dari pengajar maupun teman;
  4. Membuat perubahan yang substantif pada draft pertama dan draft berikutnya sehingga menghasilkan draft akhir.

4. Tahap Menyunting
          Pada tahap menyunting, hal-hal yang perlu dilakukan oleh siswa adalah sebagai berikut:
  1. Membetulkan kesalahan bahasa tulisan mereka sendiri;
  2. Membantu membetulkan kesalahan bahasa dan tata tulis tulisan mereka sekelas/sekelompok;
  3. Mengoreksi kembali kesalahan-kesalahan tata tulis mereka sendiri.
Dalam kegiatan penyuntingan ini, sekurang-kurangnya ada dua tahap yang harus dilakukan. Pertama, penyuntingan tulisan untuk kejelasan penyajian. Kedua, penyuntingan bahasa dalam tulisan agar sesuai dengan sasarannya (Rifai, 1997: 105—106). Penyuntingan tahap pertama akan berkaitan dengan masalah komunikasi. Tulisan diolah agar isinya dapat dengan jelas diterima oleh pembaca. Pada tahap ini, sering kali penyunting harus mereorganisasi tulisan karena penyajiannya dianggap kurang efektif. Ada kalanya, penyunting terpaksa membuang beberapa paragraf atau sebaliknya, harus menambahkan beberapa kalimat, bahkan beberapa paragraf untuk memperlancar hubungan gagasan. Dalam melakukan penyuntingan pada tahap ini, penyunting sebaiknya berkonsultasi dan berkomunikasi dengan penulis. Pada tahap ini, penyunting harus luwes dan pandai-pandai menjelaskan perubahan yang disarankannya kepada penulis karena hal ini sangat peka. Hal-hal yang berkaitan dengan penyuntingan tahap ini adalah kerangka tulisan, pengembangan tulisan, penyusunan paragraf, dan kalimat.
          Kerangka tulisan merupakan ringkasan sebuah tulisan. Melalui kerangka tulisan, penyunting dapat melihat gagasan, tujuan, wujud, dan sudut pandang penulis. Dalam bentuknya yang ringkas itulah, tulisan dapat diteliti, dianalisis, dan dipertimbangkan secara menyeluruh, dan tidak secara lepas-lepas (Keraf, 1989: 134). Penyunting dapat memperoleh keutuhan sebuah tulisan dengan cara mengkaji daftar isi tulisan dan bagian pendahuluan. Jika ada, misalnya, dalam tulisan ilmiah atau ilmiah populer, sebaiknya bagian simpulan pun dibaca. Dengan demikian, penyunting akan memperoleh gambaran awal mengenai sebuah tulisan dan tujuannya. Gambaran itu kemudian diperkuat dengan membaca secara keseluruhan isi tulisan. Jika tulisan merupakan karya fiksi, misalnya, penyunting langsung membaca keseluruhan karya tersebut. Pada saat itulah, biasanya penyunting sudah dapat menandai bagian-bagian yang perlu disesuaikan.
          Berdasarkan kerangka tulisan tersebut dapat diketahui tujuan penulis. Selanjutnya, berdasarkan pengetahuan atas tujuan penulis, dapat diketahui bentuk tulisan dari sebuah naskah (tulisan). Pada umumnya, tulisan dapat dikelompokkan atas empat macam bentuk, yaitu narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi.
          Bentuk tulisan narasi dipilih jika penulis ingin bercerita kepada pembaca. Narasi biasanya ditulis berdasarkan rekaan atau imajinasi. Akan tetapi, narasi dapat juga ditulis berdasarkan pengamatan atau wawancara. Narasi pada umumnya merupakan himpunan peristiwa yang disusun berdasarkan urutan waktu atau urutan kejadian. Dalam tulisan narasi, selalu ada tokoh-tokoh yang terlibat dalam suatu atau berbagai peristiwa.
          Bentuk tulisan deskripsi dipilih jika penulis ingin menggambarkan bentuk, sifat, rasa, corak dari hal yang diamatinya. Deskripsi juga dilakukan untuk melukiskan perasaan, seperti bahagia, takut, sepi, sedih, dan sebagainya. Penggambaran itu mengandalkan pancaindera dalam proses penguraiannya. Deskripsi yang baik harus didasarkan pada pengamatan yang cermat dan penyusunan yang tepat. Tujuan deskripsi adalah membentuk, melalui ungkapan bahasa, imajinasi pembaca agar dapat membayangkan suasana, orang, peristiwa, dan agar mereka dapat memahami suatu sensasi atau emosi. Pada umumnya, deskripsi jarang berdiri sendiri. Bentuk tulisan tersebut selalu menjadi bagian dalam bentuk tulisan lainnya.
          Bentuk tulisan eksposisi dipilih jika penulis ingin memberikan informasi, penjelasan, keterangan, atau pemahaman. Berita merupakan bentuk tulisan eksposisi karena memberikan informasi. Tulisan dalam majalah juga merupakan eksposisi. Buku teks merupakan bentuk eksposisi. Pada dasarnya, eksposisi berusaha menjelaskan suatu prosedur atau proses, memberikan definisi, menerangkan, menjelaskan, menafsirkan gagasan, menerangkan bagan atau tabel, mengulas sesuatu.Tulisan eksposisi sering ditemukan bersama-sama dengan bentuk tulisan deskripsi. Laras yang termasuk dalam bentuk tulisan eksposisi adalah buku resep, buku-buku pelajaran, buku teks, dan majalah.
          Tulisan berbentuk argumentasi bertujuan meyakinkan orang, membuktikan pendapat atau pendirian pribadi, atau membujuk pembaca agar pendapat pribadi penulis dapat diterima. Bentuk tulisan tersebut erat kaitannya dengan eksposisi dan ditunjang oleh deskripsi. Bentuk argumentasi dikembangkan untuk memberikan penjelasan dan fakta-fakta yang tepat sebagai alasan untuk menunjang kalimat topik. Kalimat topik, biasanya merupakan sebuah pernyataan untuk meyakinkan atau membujuk pembaca. Dalam sebuah majalah atau surat kabar, misalnya, argumentasi ditemui dalam kolom opini, wacana, gagasan, atau pendapat.
          Kendatipun keempat bentuk tulisan tersebut memiliki ciri masing-masing, mereka tidak secara ketat terpisah satu sama lain. Dalam sebuah kolom, misalnya, dapat ditemukan berbagai bentuk tulisan tersebut tersebar di dalam paragraf yang membangun kerangka tersebut. Oleh karena itu, penyunting berfungsi untuk mempertajam dan memperkuat pembagian paragraf. Pembagian paragraf terdiri atas paragraf pembuka, paragraf penghubung atau isi, dan paragraf penutup sering kali tidak diketahui oleh penulis. Masih sering ditemukan tulisan yang sulit dipahami karena pemisahan bagian-bagian atau pokok-pokoknya tidak jelas.
          Pemeriksaan atas kalimat merupakan penyuntingan tahap pertama juga. Pada tahap ini pun, sebaiknya penyunting berkonsultasi dengan penulis. Penyunting harus memiliki pengetahuan bahasa yang memadai. Dengan demikian, penyunting dapat menjelaskan dengan baik kesalahan kalimat yang dilakukan oleh penulis. Untuk itu, penyunting harus menguasai persyaratan yang tercakup dalam kalimat yang efektif. Kalimat yang efektif adalah kalimat yang secara jitu atau tepat mewakili gagasan atau perasaan penulis. Untuk dapat membuat kalimat yang efektif, ada tujuh hal yang harus diperhatikan, yaitu kesatuan gagasan, kepaduan, penalaran, kehematan atau ekonomisasi bahasa, penekanan, kesejajaran, dan variasi.
          Penyuntingan tahap kedua berkaitan dengan masalah yang lebih terperinci, lebih khusus. Dalam hal ini, penyunting berhubungan dengan masalah kaidah bahasa, yang mencakup perbaikan dalam kalimat, pilihan kata (diksi), tanda baca, dan ejaan. Pada saat penyunting memperbaiki kalimat dan pilihan kata dalam tulisan, ia dapat berkonsultasi dengan penulis atau langsung memperbaikinya. Hal ini bergantung pada keluasan permasalahan yang harus diperbaiki. Sebaliknya, masalah perbaikan dalam tanda baca dan ejaan dapat langsung dikerjakan oleh penyunting tanpa memberitahukan penulis. Perbaikan dalam tahap ini bersifat kecil, namun sangat mendasar.

5. Tahap Berbagi
          Tahap terakhir dalam proses menulis adalah berbagi (sharing) atau publikasi. Pada tahap berbagi ini, siswa:
  1. Memublikasikan (memajang) tulisan mereka dalam suatu bentuk tulisan yang sesuai, atau
  2. Berbagi tulisan yang dihasilkan dengan pembaca yang telah mereka tentukan.
Dari tahap-tahap pembelajaran menulis dengan pendekatan/model proses sebagaimana dijabarkan di atas dapat dipahami betapa banyak dan bervariasi kegiatan siswa dalam proses menulis. Keterlibatannya dalam berbagai kegiatan tersebut sudah barang tentu merupakan pelajaran yang sangat berharga guna mengembangkan keterampilan menulis. Kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa pada setiap tahap, upaya-upaya mengatasi kesulitan tersebut, dan hasil terbaik yang dicapai oleh para siswa membuat mereka lebih tekun dan tidak mudah menyerah dalam mencapai hasil yang terbaik dalam mengembangkan keterampilan menulis.

C. Strategi Pembelajaran Kemampuan Menulis
Pembelajaran bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai pendekatan, strategi, metode, dan media pembelajaran bahasa Indonesia yang inovatif dan variatif mulai diterapkan para guru bahasa Indonesia. Tujuan adanya perubahan pola pembelajaran tersebut adalah dalam rangka pencapaian kompetensi siswa dalam bidang-bidang tertentu. Penguasaan keterampilan dalam bidang bahasa Indonesia juga turut mendapatkan perhatian. Keterampilan berbahasa bukan lagi hanya untuk diketahui, melainkan untuk dikuasai oleh siswa.
Keterampilan berbahasa memiliki empat komponen yang saling memengaruhi. Keempat keterampilan berbahasa tersebut adalah mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca, dan menulis (Tarigan 1982:1). Salah satu keterampilan berbahasa yang paling sulit penguasaannya adalah keterampilan menulis  karena  menulis  adalah kegiatan yang  menuntut adanya latihan dan membutuhkan  ketelitian   serta  kecerdasan.   Kegiatan menulis sangat memerlukan pengetahuan yang luas dan pola pikir yang logis. Pengetahuan yang luas tidak terlepas dari kegiatan membaca, maka kegiatan menulis harus diimbangi dengan kegiatan membaca. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa siswa cenderung menyukai hal-hal yang bersifat praktis dan instan. Kenyataan tersebut menjadi kendala bagi siswa untuk melaksanakan kegiatan menulis secara maksimal. Oleh karena itu, agar siswa menyadari bahwa segala sesuatu yang berhasil baik harus melalui proses dan tahapan, maka kegiatan pembelajaran menulis harus dilaksanakan dengan pendekatan yang tepat. Kegiatan menulis harus dilakukan dengan latihan rutin dan terus-menerus karena penguasaan keterampilan menulis sangat bermanfaat bagi siswa untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan dapat  menjadi  bekal keterampilan  hidup  bersosialisasi  di  masyarakat  dan menjawab tantangan masa depan.
Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah agar siswa menjadi anak yang kritis, kreatif, dan inovatif, tetapi sampai kini seolah hanya “cita-cita”. Kreativitas merupakan peluang untuk berbuat dan berpikir secara berbeda, tetapi tetap harus ada rasa aman dan kebebasan secara psikologis.
Untuk menjadi guru kreatif tidaklah semudah membalikkan tangan. Guru kreatif memang tidak dapat dikloning. Tidak ada metode atau resep tunggal untuk menjadi guru kreatif. Namun, guru kreatif hanya akan muncul apabila ada lingkungan untuk mendorong kelahirannya. Guru memang harus menguasai komunikasi, kemampuan mengeksplorasi mata pelajaran, dan bisa menarik perhatian anak. Guru harus memiliki strategi pembelajaran yang tepat untuk menarik minat menulis siswa. Sesekali siswa cobalah diajak menonton film pendidikan seperti Denias atau Laskar Pelangi. Setelah menonton, siswa diminta untuk menceritakan kembali dalam bahasa tulis. Agar siswa tidak mengalami kebosanan, kegiatan menulis juga dapat dilakukan di ruang kelas, misalnya di taman sekolah.
Menulis teks berita merupakan salah satu kompetensi berbahasa dan bersastra kurikulum 2006 kelas VIII SMP mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Dari pembelajaran tersebut, siswa diharapkan mampu menulis berita secara singkat, padat, dan jelas. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, siswa mengalami kesulitan saat ditugasi oleh guru untuk menulis teks berita. Permasalahan yang dihadapi siswa tersebut disebabkan kurang maksimalnya pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru selama ini, sehingga hasil yang dicapai oleh siswa juga kurang maksimal. Strategi OTTL merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis teks berita. Strategi OTTL ini merupakan suatu strategi yang di dalamnya menggambarkan proses dalam mendapatkan berita mulai pengamatan mengenai objek berita sampai dengan menghasilkan sebuah berita yang berupa teks berita. Kegiatan tersebut mulai dari (1) ) O, adalah observasi (2) T, adalah tanya, (3) T, adalah tulis dan (4) L, adalah laporkan (Agustina: 2007).
Wacana narasi adalah salah satu bentuk wacana yang harus dikenalkan kepada siswa mulai kelas VII sampai dengan kelas IX. Standar kompetensi yang diharapkan di kelas VII adalah berkomunikasi secara lisan dan tertulis dengan menggunakan ragam bahasa yang sesuai dengan lancar dan akurat dalam wacana monolog pendek berbentuk narasi sederhana. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang diharapkan akan membantu pemahaman konsep wacana narasi bagi siswa kelas VII. Meier menawarkan prinsip pendekatan pembelajaran akselerasi yang mementingkan keluwesan, menyenangkan, mementingkan tujuan, manusiawi, bekerja sama, mengasuh, mementingkan aktivitas, multiindrawi, dan menggunakan ragam metode dan media (Meier, 2002) sebagai landasan dalam mendisain sebuah strategi.
Pendekatan pembelajaran menulis ada dua, yaitu pendekatan tradisional dan proses. Pembelajaran menulis dengan pendekatan tradisional lebih menekankan pada hasil berupa tulisan yang telah jadi, tidak pada apa yang dikerjakan pembelajar ketika menulis. Siswa berpraktik menulis, mereka tidak mempelajari bagaimana cara menulis yang baik. Temuan penelitian mengenai menulis menyebabkan bergesernya penekanan pembelajaran menulis dari hasil (tulisan) ke proses menulis yang terlibat dalam menghasilkan tulisan. Peran guru dalam pembelajaran menulis dengan pendekatan proses tidak hanya memberikan tugas menulis dan menilai tulisan para siswa, tetapi juga membimbing siswa dalam proses menulis (Tompkins, 1990: 69).
          Perbedaan antara pendekatan tradisional dan pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran menulis bahasa Indonesia sebagaimana dikemukakan Tompkins (1990: 70) dapat dilihat pada bagan berikut.

Pendekatan Tradisional dan Keterampilan Proses dalam Menulis

No.
Komponen
Pendekatan Tradisional
Pendekatan Proses
1
Pilihan Topik
Tugas menulis kreatif yang spesifik diberikan oleh guru.
Siswa memilih topik sendiri, atau topik-topik yang diambil dari bidang studi lain.
2
Pembelajaran
Guru hanya sedikit atau tidak memberikan pelajaran.
Siswa diharapkan menulis sebaik-baiknya.
Guru mengajar siswa mengenai proses menulis dan mengenai bentuk-bentuk tulisan.
3
Fokus
Berfokus pada tulisan yang sudah jadi.
Berfokus pada proses yang digunakan siswa ketika menulis.
4
Rasa Memiliki
Siswa menulis untuk guru dan kurang merasa memiliki  tulisan sendiri.
siswa merasa memiliki tulisan sendiri.

5
Pembaca
Guru merupakan pembaca utama.
Siswa menulis untuk pembaca yang sesungguhnya.
6
Kerja Sama
Hanya sedikit atau tidak ada kerja sama.
Siswa menulis dengan bekerja sama dan berbagi tulisan yang dihasilkan masing-masing dengan teman-teman satu kelompok/kelas.
7
Draft
Siswa menulis draft tunggal dan harus memusatkan pada isi sekaligus segi mekanik (ejaan, tanda baca, tata tulis).
Siswa menulis draft kasar (outline) untuk menuangkan gagasan dan kemudian merevisi dan menyunting draft ini sebelum membuat hasil akhir.
8
Kesalahan Mekanik
Siswa dituntut untuk menghasilkan tulisan yang bebas dari kesalahan.
Siswa mengoreksi kesalahan sebanyak-banyaknya selama menyunting, tetapi tekanannya lebih besar pada isi daripada segi mekanik.
9
Peran Pengajar
Guru memberikan tugas menulis dan menilainya jika tulisan sudah jadi.
Guru mengajarkan cara menulis dan memberikan balikan selama siswa merevisi dan mengedit/menyunting.
10
Waktu
Siswa menyelesaikan tulisan dalam satu jam pelajaran.
Siswa mungkin menghabiskan waktu tidak hanya satu jam pelajaran untuk mengerjakan setiap tugas menulis.
11
Evaluasi
Guru mengevaluasi kualitas tulisan setelah tulisan selesai disusun.
Guru memberikan balikan selama siswa menulis, sehingga siswa dapat memanfaatkannya untuk memperbaiki tulisannya. Evaluasi berfokus pada proses dan hasil.
           
          Dari kedua pendekatan pengajaran menulis seperti tertera pada bagan di atas dapat diketahui kelemahan dan keunggulannya. Pada pendekatan tradisional, guru memberikan topik tulisan dan setelah siswa mengerjakan tugas tersebut selama setengah atau tiga per empat jam (satu jam pelajaran), guru mengumpulkan pekerjaan siswa untuk dievaluasi. Dengan model pembelajaran seperti ini biasanya hanya sedikit siswa yang dapat menghasilkan tulisan yang baik. Sebagian besar siswa biasanya hanya menghasilkan tulisan yang kurang baik.
         
D. Penutup
Dari empat keterampilan berbahasa, keterampilan berbahasa yang paling sulit penguasaannya adalah keterampilan menulis  karena  menulis adalah kegiatan yang  menuntut adanya latihan dan membutuhkan  ketelitian   serta  kecerdasan.   Kegiatan menulis sangat memerlukan pengetahuan yang luas dan pola pikir yang logis. Menulis merupakan keterampilan lanjutan yang cukup kompleks, materi yang diajarkan sebelumnya harus benar-benar dipahami dahulu oleh siswa.
Metode dan teknik mengajar yang tepat sangat diperlukan untuk memberikan hasil yang baik terhadap materi ini. Kegiatan menulis harus dilakukan dengan latihan rutin dan terus-menerus karena penguasaan keterampilan menulis sangat bermanfaat bagi siswa untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan dapat  menjadi  bekal keterampilan hidup  bersosialisasi  di  masyarakat  dan menjawab tantangan masa depan.



Daftar Pustaka
Agustina, Lina. 2007. “Peningkatan Keterampilan Menulis Teks Berita dengan Menggunakan Strategi OTTL(Observasi, Tanya, Tulis, dan Laporkan) Siswa Kelas VIII SMPN 16 Malang”. Skripsi, Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.

Alwasilah, A. Chaedar. 2000. Politik Bahasa dan Pendidikan. Cet. II. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Azies, Furqanul dan Alwasilah, A. Chaedar. 1996. Pengajaran Bahasa Komunikatif Teori dan Praktek. Cet. I. Bandung: Remaja Rosdakarya. Semi, M. Atar. 1995. Dasar-Dasar Keterampilan Menulis. Bandung: Mugantara.

Keraf, Gorys. 1989. Komposisi. Flores: Nusa Indah.

Kurniawan, Khaerudin. “Model Pengajaran Menulis Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Tingkat Lanjut”. http://www.google.co.id/. Akses 12 November 2009.

McCrimmon, James M. 1967. Writing With a Purpose. Boston: Houghton Mifflin Company.

Meier, Dave. 2002. The Accelerated Learning. Hand Book. Kaifa.
Nunan, David.1991. Language Teaching Methodology. New York: Prentice Hall.

Rifai, Mien A. 1997. Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan Penerbitan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Tarigan, Henry Guntur. 1994. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.  Bandung: Angkasa.

Tompkins, Gail E. 1990. Teaching Writing Balancing Process and Product. New York: Macmillan Publishing Company.







[*] Dosen  Fakultas Adab Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga