Analisis
Materi dan Strategi Pembelajaran Kemampuan Menulis
Oleh:
Ening Herniti[*]
A.
Pendahuluan
Pendekatan pembelajaran dalam kurikulum 2004 diarahkan pada upaya
mengembangkan kemampuan siswa dalam mengelola hasil belajar (kompetensi) yang
paling sesuai dengan kondisi masing-masing. Dengan demikian proses belajar
lebih mengacu pada bagaimana siswa belajar dan bukan pada
apa yang dipelajari (Depdiknas, 2004).
Sejalan
dengan tuntutan tersebut, mengharuskan setiap praktisi pendidikan, dalam hal
ini guru terus berinovasi dan berkreasi dalam mengembangkan strategi
pembelajaran, sehingga kemampuan dasar yang distandarkan dalam kurikulum dapat
tertanam baik dan menjadi cikal bakal pengembangan potensi pada diri setiap
individu siswa.
Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa.
Keterampilan ini berkaitan dengan keterampilan lain, yakni membaca. Dalam
kurikulum, keterampilan ini bisa diwujudkan dalam bentuk materi menulis.
Sebagaimana materi lainnya, materi ini pun seharusnya disajikan secara
bertahap. Karena menulis merupakan keterampilan lanjutan yang cukup kompleks,
materi yang diajarkan sebelumnya harus benar-benar dipahami dahulu oleh siswa
mengingat materi tersebut menjadi prasyarat, misalnya menyusun kalimat. Metode
dan teknik mengajar yang tepat sangat diperlukan untuk memberikan hasil yang
baik terhadap materi ini.
B. Menulis
Kreatif
Menulis bukan pekerjaan yang sulit, melainkan juga tidak mudah. Menulis
merupakan keterampilan yang mensyaratkan penguasaan bahasa yang baik. Dalam
belajar bahasa, menulis merupakan kemahiran tingkat lanjut. Pengajaran menulis
merupakan dasar untuk keterampilan menulis. Agar mahir menulis, siswa harus
menguasai kaidah tata tulis, yakni ejaan, dan kaidah tata bahasa, morfologi,
dan sintaksis. Di samping itu, penguasaan kosakata yang banyak sangat
diperlukan. Menurut Azies dan Alwasilah (1996: 128), keterampilan menulis
berhubungan erat dengan membaca. Semakin banyak siswa membaca, cenderung
semakin lancar ia menulis.
Sekurang-kurangnya, ada tiga komponen yang tergabung dalam perbuatan
menulis, yaitu: (1) penguasaan bahasa tulis, yang akan berfungsi sebagai
media tulisan, meliputi: kosakata, struktur kalimat, paragraf, ejaan,
pragmatik, dan sebagainya; (2) penguasaan isi karangan sesuai dengan
topik yang akan ditulis; dan (3) penguasaan tentang jenis-jenis tulisan,
yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehingga
membentuk sebuah komposisi yang diinginkan, seperti esai, artikel, cerita
pendek, makalah, dan sebagainya.
David Nunan (1991: 86-90) dalam bukunya Language Teaching Methodology menawarkan
suatu konsep pengembangan keterampilan menulis. Konsep tersebut yang meliputi:
(1) perbedaan antara bahasa lisan dan bahasa tulisan, (2) menulis sebagai suatu
proses dan menulis sebagai suatu produk, (3) struktur generik wacana tulis, (4) perbedaan antara penulis terampil dan
penulis yang tidak terampil, dan (5) penerapan keterampilan menulis dalam
proses pembelajaran.
Pertama, perbedaan antara bahasa lisan dan bahasa tulisan tampak
pada fungsi dan karakteristik yang dimiliki oleh keduanya. Namun demikian, yang
patut diperhatikan adalah keduanya harus memiliki fungsi komunikasi.
Kedua, pandangan bahwa
keterampilan menulis sebagai suatu proses dan menulis sebagai suatu produk.
Pendekatan yang berorientasi pada proses lebih memfokuskan pada aktivitas
belajar (proses menulis); sedangkan pendekatan yang berorientasi pada produk
lebih memfokuskan pada hasil belajar menulis yaitu wujud tulisan.
Ketiga, struktur generik wacana
dari masing-masing jenis karangan (tulisan) tidak menunjukkan perbedaan yang
mencolok. Hanya saja pada jenis karangan narasi menunjukkan struktur yang
lengkap, yang meliputi orientasi, komplikasi, dan resolusi. Hal ini menjadi ciri
khas jenis karangan/tulisan ini.
Keempat, untuk menambah wawasan
tentang keterampilan menulis, setiap penulis perlu mengetahui penulis yang
terampil dan penulis yang tidak terampil. Tujuannya adalah agar dapat mengikuti
jalan pikiran (penalaran) dari keduanya. Kita dapat mengetahui kesulitan yang
dialami penulis yang tidak terampil (pemula). Salah satu kesulitan yang
dihadapinya adalah ia kurang mampu mengantisipasi masalah yang ada pada
pembaca. Adapun penulis terampil, ia mampu mengatakan masalah tersebut atau
masalah lainnya, yaitu masalah yang berkenaan dengan proses menulis itu
sendiri.
Kelima, sekurang-kurangnya ada
tiga proses menulis yang ditawarkan oleh David Nunan, yakni: (1) tahap
prapenulisan, (2) tahap penulisan, dan (3) tahap perbaikan. Untuk menerapkan
ketiga tahap menulis tersebut diperlukan keterampilan memadukan antara proses
dan produk menulis.
Menulis pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang produktif dan
ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini seorang penulis harus terampil memanfaatkan
grafologi, struktur bahasa, dan kosakata. Keterampilan menulis digunakan untuk
mencatat, merekam, meyakinkan, melaporkan, menginformasikan, dan mempengaruhi
pembaca. Maksud dan tujuan seperti itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh
para siswa yang dapat menyusun dan merangkai jalan pikiran dan mengemukakannya
secara tertulis dengan jelas, lancar, dan komunikatif. Kejelasan ini bergantung
pada pikiran, organisasi, pemakaian dan pemilihan kata, dan struktur kalimat
(McCrimmon, 1967: 122).
Agak berbeda dengan David Nunan,
Tompkins (1990: 73) menyajikan lima
tahap tahap-tahap proses menulis, yaitu: (1) pramenulis, (2) membuat draft, (3)
merevisi, (4) menyunting, dan (5) berbagi (sharing). Tompkins juga
menekankan bahwa tahap-tahap menulis ini tidak merupakan kegiatan yang linear.
Proses menulis bersifat nonlinier, artinya merupakan putaran berulang.
Misalnya, setelah selesai menyunting tulisannya, penulis mungkin ingin meninjau
kembali kesesuaiannya dengan kerangka tulisan atau draft awalnya. Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan pada setiap tahap itu dapat dirinci lagi. Dengan demikian,
tergambar secara menyeluruh proses menulis, mulai awal sampai akhir menulis
seperti berikut.
1.Tahap
Pramenulis
Pada tahap pramenulis, siswa melakukan
kegiatan sebagai berikut:
- Menulis topik berdasarkan pengalaman sendiri;
- Melakukan kegiatan-kegiatan latihan sebelum menulis;
- Mengidentifikasi pembaca tulisan yang akan mereka tulis;
- Mengidentifikasi tujuan kegiatan menulis;
- Memilih bentuk tulisan yang tepat berdasarkan pembaca dan tujuan yang telah mereka tentukan.
2. Tahap
Membuat Draft
Kegiatan yang dilakukan oleh siswa pada tahap ini adalah sebagai berikut:
- Membuat draft kasar;
- Lebih menekankan isi daripada tata tulis.
3. Tahap
Merevisi
Yang perlu dilakukan oleh siswa pada
tahap merevisi tulisan ini adalah sebagai berikut:
- Berbagi tulisan dengan teman-teman (kelompok);
- Berpartisipasi secara konstruktif dalam diskusi tentang tulisan teman-teman sekelompok atau sekelas;
- Mengubah tulisan mereka dengan memperhatikan reaksi dan komentar, baik dari pengajar maupun teman;
- Membuat perubahan yang substantif pada draft pertama dan draft berikutnya sehingga menghasilkan draft akhir.
4. Tahap
Menyunting
Pada tahap menyunting, hal-hal yang
perlu dilakukan oleh siswa adalah sebagai berikut:
- Membetulkan kesalahan bahasa tulisan mereka sendiri;
- Membantu membetulkan kesalahan bahasa dan tata tulis tulisan mereka sekelas/sekelompok;
- Mengoreksi kembali kesalahan-kesalahan tata tulis mereka sendiri.
Dalam kegiatan penyuntingan ini, sekurang-kurangnya ada dua tahap yang
harus dilakukan. Pertama, penyuntingan tulisan untuk kejelasan
penyajian. Kedua, penyuntingan bahasa dalam tulisan agar sesuai dengan
sasarannya (Rifai, 1997: 105—106). Penyuntingan tahap pertama akan
berkaitan dengan masalah komunikasi. Tulisan diolah agar isinya dapat dengan
jelas diterima oleh pembaca. Pada tahap ini, sering kali penyunting harus
mereorganisasi tulisan karena penyajiannya dianggap kurang efektif. Ada kalanya, penyunting
terpaksa membuang beberapa paragraf atau sebaliknya, harus menambahkan beberapa
kalimat, bahkan beberapa paragraf untuk memperlancar hubungan gagasan. Dalam
melakukan penyuntingan pada tahap ini, penyunting sebaiknya berkonsultasi dan
berkomunikasi dengan penulis. Pada tahap ini, penyunting harus luwes dan
pandai-pandai menjelaskan perubahan yang disarankannya kepada penulis karena
hal ini sangat peka. Hal-hal yang berkaitan dengan penyuntingan tahap ini
adalah kerangka tulisan, pengembangan tulisan, penyusunan paragraf, dan
kalimat.
Kerangka tulisan merupakan
ringkasan sebuah tulisan. Melalui kerangka tulisan, penyunting dapat melihat
gagasan, tujuan, wujud, dan sudut pandang penulis. Dalam bentuknya yang ringkas
itulah, tulisan dapat diteliti, dianalisis, dan dipertimbangkan secara
menyeluruh, dan tidak secara lepas-lepas (Keraf, 1989: 134). Penyunting dapat
memperoleh keutuhan sebuah tulisan dengan cara mengkaji daftar isi tulisan dan
bagian pendahuluan. Jika ada, misalnya, dalam tulisan ilmiah atau ilmiah
populer, sebaiknya bagian simpulan pun dibaca. Dengan demikian, penyunting akan
memperoleh gambaran awal mengenai sebuah tulisan dan tujuannya. Gambaran itu
kemudian diperkuat dengan membaca secara keseluruhan isi tulisan. Jika tulisan
merupakan karya fiksi, misalnya, penyunting langsung membaca keseluruhan karya
tersebut. Pada saat itulah, biasanya penyunting sudah dapat menandai
bagian-bagian yang perlu disesuaikan.
Berdasarkan kerangka tulisan tersebut
dapat diketahui tujuan penulis. Selanjutnya, berdasarkan pengetahuan atas
tujuan penulis, dapat diketahui bentuk tulisan dari sebuah naskah (tulisan).
Pada umumnya, tulisan dapat dikelompokkan atas empat macam bentuk, yaitu
narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi.
Bentuk tulisan narasi dipilih
jika penulis ingin bercerita kepada pembaca. Narasi biasanya ditulis
berdasarkan rekaan atau imajinasi. Akan tetapi, narasi dapat juga ditulis
berdasarkan pengamatan atau wawancara. Narasi pada umumnya merupakan himpunan
peristiwa yang disusun berdasarkan urutan waktu atau urutan kejadian. Dalam
tulisan narasi, selalu ada tokoh-tokoh yang terlibat dalam suatu atau berbagai
peristiwa.
Bentuk tulisan deskripsi
dipilih jika penulis ingin menggambarkan bentuk, sifat, rasa, corak dari hal
yang diamatinya. Deskripsi juga dilakukan untuk melukiskan perasaan, seperti
bahagia, takut, sepi, sedih, dan sebagainya. Penggambaran itu mengandalkan
pancaindera dalam proses penguraiannya. Deskripsi yang baik harus didasarkan
pada pengamatan yang cermat dan penyusunan yang tepat. Tujuan deskripsi adalah
membentuk, melalui ungkapan bahasa, imajinasi pembaca agar dapat membayangkan
suasana, orang, peristiwa, dan agar mereka dapat memahami suatu sensasi atau
emosi. Pada umumnya, deskripsi jarang berdiri sendiri. Bentuk tulisan tersebut
selalu menjadi bagian dalam bentuk tulisan lainnya.
Bentuk tulisan eksposisi
dipilih jika penulis ingin memberikan informasi, penjelasan, keterangan, atau
pemahaman. Berita merupakan bentuk tulisan eksposisi karena memberikan
informasi. Tulisan dalam majalah juga merupakan eksposisi. Buku teks merupakan
bentuk eksposisi. Pada dasarnya, eksposisi berusaha menjelaskan suatu prosedur
atau proses, memberikan definisi, menerangkan, menjelaskan, menafsirkan
gagasan, menerangkan bagan atau tabel, mengulas sesuatu.Tulisan eksposisi
sering ditemukan bersama-sama dengan bentuk tulisan deskripsi. Laras yang
termasuk dalam bentuk tulisan eksposisi adalah buku resep, buku-buku pelajaran,
buku teks, dan majalah.
Tulisan berbentuk argumentasi bertujuan
meyakinkan orang, membuktikan pendapat atau pendirian pribadi, atau membujuk
pembaca agar pendapat pribadi penulis dapat diterima. Bentuk tulisan tersebut
erat kaitannya dengan eksposisi dan ditunjang oleh deskripsi. Bentuk
argumentasi dikembangkan untuk memberikan penjelasan dan fakta-fakta yang tepat
sebagai alasan untuk menunjang kalimat topik. Kalimat topik, biasanya merupakan
sebuah pernyataan untuk meyakinkan atau membujuk pembaca. Dalam sebuah majalah
atau surat
kabar, misalnya, argumentasi ditemui dalam kolom opini, wacana, gagasan, atau pendapat.
Kendatipun keempat bentuk tulisan
tersebut memiliki ciri masing-masing, mereka tidak secara ketat terpisah satu
sama lain. Dalam sebuah kolom, misalnya, dapat ditemukan berbagai bentuk
tulisan tersebut tersebar di dalam paragraf yang membangun kerangka tersebut.
Oleh karena itu, penyunting berfungsi untuk mempertajam dan memperkuat pembagian
paragraf. Pembagian paragraf terdiri atas paragraf pembuka, paragraf penghubung
atau isi, dan paragraf penutup sering kali tidak diketahui oleh penulis. Masih
sering ditemukan tulisan yang sulit dipahami karena pemisahan bagian-bagian
atau pokok-pokoknya tidak jelas.
Pemeriksaan atas kalimat merupakan
penyuntingan tahap pertama juga. Pada tahap ini pun, sebaiknya penyunting
berkonsultasi dengan penulis. Penyunting harus memiliki pengetahuan bahasa yang
memadai. Dengan demikian, penyunting dapat menjelaskan dengan baik kesalahan
kalimat yang dilakukan oleh penulis. Untuk itu, penyunting harus menguasai
persyaratan yang tercakup dalam kalimat yang efektif. Kalimat yang efektif
adalah kalimat yang secara jitu atau tepat mewakili gagasan atau perasaan penulis.
Untuk dapat membuat kalimat yang efektif, ada tujuh hal yang harus
diperhatikan, yaitu kesatuan gagasan, kepaduan, penalaran, kehematan atau
ekonomisasi bahasa, penekanan, kesejajaran, dan variasi.
Penyuntingan
tahap kedua berkaitan dengan masalah yang lebih terperinci, lebih
khusus. Dalam hal ini, penyunting berhubungan dengan masalah kaidah bahasa,
yang mencakup perbaikan dalam kalimat, pilihan kata (diksi), tanda baca, dan
ejaan. Pada saat penyunting memperbaiki kalimat dan pilihan kata dalam tulisan,
ia dapat berkonsultasi dengan penulis atau langsung memperbaikinya. Hal ini
bergantung pada keluasan permasalahan yang harus diperbaiki. Sebaliknya,
masalah perbaikan dalam tanda baca dan ejaan dapat langsung dikerjakan oleh
penyunting tanpa memberitahukan penulis. Perbaikan dalam tahap ini bersifat
kecil, namun sangat mendasar.
5. Tahap
Berbagi
Tahap terakhir dalam proses menulis
adalah berbagi (sharing) atau publikasi. Pada tahap berbagi ini, siswa:
- Memublikasikan (memajang) tulisan mereka dalam suatu bentuk tulisan yang sesuai, atau
- Berbagi tulisan yang dihasilkan dengan pembaca yang telah mereka tentukan.
Dari tahap-tahap
pembelajaran menulis dengan pendekatan/model proses sebagaimana dijabarkan di
atas dapat dipahami betapa banyak dan bervariasi kegiatan siswa dalam proses
menulis. Keterlibatannya dalam berbagai kegiatan tersebut sudah barang tentu
merupakan pelajaran yang sangat berharga guna mengembangkan keterampilan
menulis. Kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa pada setiap tahap,
upaya-upaya mengatasi kesulitan tersebut, dan hasil terbaik yang dicapai oleh
para siswa membuat mereka lebih tekun dan tidak mudah menyerah dalam mencapai
hasil yang terbaik dalam mengembangkan keterampilan menulis.
C. Strategi
Pembelajaran Kemampuan Menulis
Pembelajaran bahasa Indonesia
mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai pendekatan, strategi, metode, dan
media pembelajaran bahasa Indonesia yang inovatif dan variatif mulai diterapkan
para guru bahasa Indonesia.
Tujuan adanya perubahan pola pembelajaran tersebut adalah dalam rangka
pencapaian kompetensi siswa dalam bidang-bidang tertentu. Penguasaan
keterampilan dalam bidang bahasa Indonesia juga turut mendapatkan perhatian.
Keterampilan berbahasa bukan lagi hanya untuk diketahui, melainkan untuk
dikuasai oleh siswa.
Keterampilan berbahasa memiliki empat komponen yang saling memengaruhi.
Keempat keterampilan berbahasa tersebut adalah mendengarkan (menyimak),
berbicara, membaca, dan menulis (Tarigan 1982:1). Salah satu keterampilan
berbahasa yang paling sulit penguasaannya adalah keterampilan menulis
karena menulis adalah kegiatan yang menuntut adanya latihan
dan membutuhkan
ketelitian serta kecerdasan. Kegiatan menulis
sangat memerlukan pengetahuan yang luas dan pola pikir yang logis. Pengetahuan
yang luas tidak terlepas dari kegiatan membaca, maka kegiatan menulis harus
diimbangi dengan kegiatan membaca. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
siswa cenderung menyukai hal-hal yang bersifat praktis dan instan. Kenyataan
tersebut menjadi kendala bagi siswa untuk melaksanakan kegiatan menulis secara
maksimal. Oleh karena itu, agar siswa menyadari bahwa segala sesuatu yang
berhasil baik harus melalui proses dan tahapan, maka kegiatan pembelajaran menulis
harus dilaksanakan dengan pendekatan yang tepat. Kegiatan menulis harus
dilakukan dengan latihan rutin dan terus-menerus karena penguasaan keterampilan
menulis sangat bermanfaat bagi siswa untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi
dan dapat menjadi bekal keterampilan hidup
bersosialisasi di masyarakat dan menjawab tantangan masa
depan.
Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah agar siswa menjadi anak yang
kritis, kreatif, dan inovatif, tetapi sampai kini seolah hanya “cita-cita”.
Kreativitas merupakan peluang untuk berbuat dan berpikir secara berbeda, tetapi
tetap harus ada rasa aman dan kebebasan secara psikologis.
Untuk menjadi guru kreatif tidaklah semudah membalikkan tangan. Guru
kreatif memang tidak dapat dikloning. Tidak ada metode atau resep tunggal untuk
menjadi guru kreatif. Namun, guru kreatif hanya akan muncul apabila ada
lingkungan untuk mendorong kelahirannya. Guru memang harus menguasai
komunikasi, kemampuan mengeksplorasi mata pelajaran, dan bisa menarik perhatian
anak. Guru harus memiliki strategi pembelajaran yang tepat untuk menarik minat
menulis siswa. Sesekali siswa cobalah diajak menonton film pendidikan seperti Denias
atau Laskar Pelangi. Setelah menonton, siswa diminta untuk menceritakan
kembali dalam bahasa tulis. Agar siswa tidak mengalami kebosanan, kegiatan
menulis juga dapat dilakukan di ruang kelas, misalnya di taman sekolah.
Menulis teks berita
merupakan salah satu kompetensi berbahasa dan bersastra kurikulum 2006 kelas
VIII SMP mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Dari pembelajaran
tersebut, siswa diharapkan mampu menulis berita secara singkat, padat, dan
jelas. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, siswa mengalami kesulitan
saat ditugasi oleh guru untuk menulis teks berita. Permasalahan yang dihadapi
siswa tersebut disebabkan kurang maksimalnya pembelajaran yang dilaksanakan
oleh guru selama ini, sehingga hasil yang dicapai oleh siswa juga kurang
maksimal. Strategi OTTL merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat
digunakan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis teks berita.
Strategi OTTL ini merupakan suatu strategi yang di dalamnya menggambarkan
proses dalam mendapatkan berita mulai pengamatan mengenai objek berita sampai
dengan menghasilkan sebuah berita yang berupa teks berita. Kegiatan tersebut
mulai dari (1) ) O, adalah observasi (2) T, adalah tanya, (3) T,
adalah tulis dan (4) L, adalah laporkan (Agustina: 2007).
Wacana narasi adalah salah satu bentuk wacana yang
harus dikenalkan kepada siswa mulai kelas VII sampai dengan kelas IX. Standar
kompetensi yang diharapkan di kelas VII adalah berkomunikasi secara lisan
dan tertulis dengan menggunakan ragam bahasa yang sesuai dengan lancar dan
akurat dalam wacana monolog pendek berbentuk narasi sederhana. Oleh karena
itu, diperlukan strategi yang diharapkan akan membantu pemahaman konsep wacana
narasi bagi siswa kelas VII. Meier menawarkan prinsip pendekatan pembelajaran
akselerasi yang mementingkan keluwesan, menyenangkan, mementingkan tujuan,
manusiawi, bekerja sama, mengasuh, mementingkan aktivitas, multiindrawi, dan
menggunakan ragam metode dan media (Meier, 2002) sebagai landasan dalam
mendisain sebuah strategi.
Pendekatan pembelajaran menulis ada dua, yaitu pendekatan tradisional dan
proses. Pembelajaran menulis dengan pendekatan tradisional lebih menekankan
pada hasil berupa tulisan yang telah jadi, tidak pada apa yang dikerjakan
pembelajar ketika menulis. Siswa berpraktik menulis, mereka tidak mempelajari
bagaimana cara menulis yang baik. Temuan penelitian mengenai menulis
menyebabkan bergesernya penekanan pembelajaran menulis dari hasil (tulisan) ke
proses menulis yang terlibat dalam menghasilkan tulisan. Peran guru dalam
pembelajaran menulis dengan pendekatan proses tidak hanya memberikan tugas
menulis dan menilai tulisan para siswa, tetapi juga membimbing siswa dalam
proses menulis (Tompkins, 1990: 69).
Perbedaan antara pendekatan
tradisional dan pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran menulis
bahasa Indonesia sebagaimana dikemukakan Tompkins (1990: 70) dapat dilihat pada
bagan berikut.
Pendekatan
Tradisional dan Keterampilan Proses dalam Menulis
No.
|
Komponen
|
Pendekatan
Tradisional
|
Pendekatan
Proses
|
1
|
Pilihan Topik
|
Tugas menulis
kreatif yang spesifik diberikan oleh guru.
|
Siswa memilih
topik sendiri, atau topik-topik yang diambil dari bidang studi lain.
|
2
|
Pembelajaran
|
Guru hanya
sedikit atau tidak memberikan pelajaran.
Siswa
diharapkan menulis sebaik-baiknya.
|
Guru mengajar
siswa mengenai proses menulis dan mengenai bentuk-bentuk tulisan.
|
3
|
Fokus
|
Berfokus pada
tulisan yang sudah jadi.
|
Berfokus pada proses
yang digunakan siswa ketika menulis.
|
4
|
Rasa Memiliki
|
Siswa menulis
untuk guru dan kurang merasa memiliki
tulisan sendiri.
|
siswa merasa
memiliki tulisan sendiri.
|
5
|
Pembaca
|
Guru merupakan
pembaca utama.
|
Siswa menulis
untuk pembaca yang sesungguhnya.
|
6
|
Kerja Sama
|
Hanya sedikit
atau tidak ada kerja sama.
|
Siswa menulis
dengan bekerja sama dan berbagi tulisan yang dihasilkan masing-masing dengan
teman-teman satu kelompok/kelas.
|
7
|
Draft
|
Siswa menulis
draft tunggal dan harus memusatkan pada isi sekaligus segi mekanik (ejaan,
tanda baca, tata tulis).
|
Siswa menulis
draft kasar (outline) untuk menuangkan gagasan dan kemudian merevisi
dan menyunting draft ini sebelum membuat hasil akhir.
|
8
|
Kesalahan
Mekanik
|
Siswa dituntut
untuk menghasilkan tulisan yang bebas dari kesalahan.
|
Siswa
mengoreksi kesalahan sebanyak-banyaknya selama menyunting, tetapi tekanannya
lebih besar pada isi daripada segi mekanik.
|
9
|
Peran Pengajar
|
Guru
memberikan tugas menulis dan menilainya jika tulisan sudah jadi.
|
Guru
mengajarkan cara menulis dan memberikan balikan selama siswa merevisi dan
mengedit/menyunting.
|
10
|
Waktu
|
Siswa
menyelesaikan tulisan dalam satu jam pelajaran.
|
Siswa mungkin
menghabiskan waktu tidak hanya satu jam pelajaran untuk mengerjakan setiap
tugas menulis.
|
11
|
Evaluasi
|
Guru
mengevaluasi kualitas tulisan setelah tulisan selesai disusun.
|
Guru memberikan
balikan selama siswa menulis, sehingga siswa dapat memanfaatkannya untuk
memperbaiki tulisannya. Evaluasi berfokus pada proses dan hasil.
|
Dari kedua pendekatan pengajaran
menulis seperti tertera pada bagan di atas dapat diketahui kelemahan dan
keunggulannya. Pada pendekatan tradisional, guru memberikan topik tulisan dan
setelah siswa mengerjakan tugas tersebut selama setengah atau tiga per empat jam
(satu jam pelajaran), guru mengumpulkan pekerjaan siswa untuk dievaluasi.
Dengan model pembelajaran seperti ini biasanya hanya sedikit siswa yang dapat
menghasilkan tulisan yang baik. Sebagian besar siswa biasanya hanya
menghasilkan tulisan yang kurang baik.
D. Penutup
Dari empat keterampilan berbahasa, keterampilan berbahasa yang paling
sulit penguasaannya adalah keterampilan menulis karena menulis
adalah kegiatan yang menuntut adanya latihan dan membutuhkan
ketelitian serta kecerdasan. Kegiatan menulis
sangat memerlukan pengetahuan yang luas dan pola pikir yang logis. Menulis
merupakan keterampilan lanjutan yang cukup kompleks, materi yang diajarkan
sebelumnya harus benar-benar dipahami dahulu oleh siswa.
Metode dan teknik mengajar yang tepat sangat diperlukan untuk memberikan
hasil yang baik terhadap materi ini. Kegiatan menulis harus dilakukan dengan
latihan rutin dan terus-menerus karena penguasaan keterampilan menulis sangat
bermanfaat bagi siswa untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan dapat
menjadi bekal keterampilan hidup bersosialisasi di
masyarakat dan menjawab tantangan masa depan.
Daftar
Pustaka
Agustina, Lina. 2007. “Peningkatan
Keterampilan Menulis Teks Berita dengan Menggunakan Strategi OTTL(Observasi,
Tanya, Tulis, dan Laporkan) Siswa Kelas VIII SMPN 16 Malang”. Skripsi, Program Studi
Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,
dan Daerah Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
Alwasilah, A. Chaedar. 2000. Politik
Bahasa dan Pendidikan. Cet. II. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Azies, Furqanul dan Alwasilah, A.
Chaedar. 1996. Pengajaran Bahasa Komunikatif Teori dan Praktek. Cet. I. Bandung: Remaja
Rosdakarya. Semi, M. Atar. 1995. Dasar-Dasar Keterampilan Menulis. Bandung: Mugantara.
Keraf, Gorys. 1989. Komposisi.
Flores: Nusa Indah.
Kurniawan, Khaerudin. “Model
Pengajaran Menulis Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Tingkat Lanjut”.
http://www.google.co.id/. Akses 12 November 2009.
McCrimmon, James M. 1967. Writing
With a Purpose. Boston:
Houghton Mifflin Company.
Meier, Dave. 2002. The Accelerated
Learning. Hand Book. Kaifa.
Nunan, David.1991. Language
Teaching Methodology. New York:
Prentice Hall.
Rifai, Mien A. 1997. Pegangan
Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan Penerbitan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Tarigan, Henry Guntur. 1994. Menulis
sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung:
Angkasa.
Tompkins, Gail E. 1990. Teaching
Writing Balancing Process and Product. New York: Macmillan Publishing Company.